TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama masih menunggu temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kecurangan pelaksanaan lelang bus Transjakarta.
Jika BPKP mengeluarkan temuannya, maka baru bisa dibawa ke penegak hukum. "Kita sudah serahkan ke BPKP. Hasilnya belum diterima, sejauh mana penyelidikan mereka kita belum tahu," ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (5/3/2014).
Ahok menegaskan, lebih baik tidak menerima ratusan bus yang telah dibeli pada 2013 tersebut daripada sudah beroperasi tapi menyusahkan Pemprov DKI. Jika menerima dan nanti tidak bisa dioperasionalkan secara optimal akan lebih menimbulkan kerugian besar terhadap daerah.
"Memang kita rugi karena tidak bisa pakai, tapi daripada kita terima, besok mogok. Kita jadi rugi lebih besar lagi, jadi lebih baik tidak diterima sekali," tandasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat, beberapa bentuk kejanggalan dalam proses pengadaan 310 bus gandeng dan single untuk Transjakarta dan 346 unit bus sedang itu, yakni penetapan harga perkiraan sementara (HPS), kesalahan prosedur, dan lain sebagainya. Namun Inspektur DKI Jakarta Franky Mangatas Panjaitan tidak mau menjelaskan hasil pemeriksaannya tersebut.
Ia juga tidak membenarkan, pun menyangkal delapan temuan di laporan setebal 10 halaman tersebut. "Detailnya tidak bisa saya sampaikan," ujarnya kepada wartawan.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya memilih untuk menyerahkan prosesnya ke BPKP dan bukan ke BPK. Jika hasil audit lembaga itu menunjukan adanya kerugian negara dan ada pelanggaran hukum, baru ditindaklanjuti ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Biar diproses BPKP dulu. Setelah itu kita serahkan ke mereka (KPK dan BPK)," ujarnya.
Saat ini masih terdapat 220 unit bus gandeng dan bus single Transjakarta yang belum dapat dioperasikan karena masih diperiksa. Pemprov DKI Jakarta juga belum mau menerima armada karena harus diperbaiki oleh APTM yang dan perusahaan pemenang tender. (Ahmad Sabran)