Laporan wartawan Tribunnews,coom, Theresia Felisian
Tribunnews.com, Jakarta - Rabu (5/3/2014), sekitar pukul 08.00 WIB, aparat Polresta Bekasi mendapat laporan dari petugas Jasa Marga tentang temuan mayat perempuan di Kilometer 49 Tol Bintara, Bekasi Timur, Jawa Barat. Jasad itu tak beridentitas. Hanya ada gelang bertuliskan pertunjukan musik jazz tahunan, melingkari tangan jasad itu.
Dari sidik jari korban, diketahui dia adalah Ade Sara Angelina Suroto (19). "(Kemudian) diketahui alamat korban di Rawamangun," kata Kepala Kepolisian Resor Bekasi Kota Komisaris Besar Priyo Widiyanto kepada Kompas.com, Jumat (7/3/2014). Sidik jari merupakan hasil olah tempat kejadian perkara oleh Polresta Bekasi.
Berbekal alamat itu, penyidik bertemu orangtua Sara. Informasi pertama, Sara hilang sejak Senin (3/3/2014). "Orangtuanya menyatakan terakhir kali korban ikut les," ujar Priyo. Maka, penyidik pun mendatangi tempat les Sara, yakni kursus Bahasa Jerman di Goethe Institut di Gondangdia, Jakarta Pusat.
"Kami tanya siapa orang-orang yang terakhir bertemu dengan korban," ujar Priyo. Dari teman-teman Sara, penyidik tahu gadis ini ada janji ketemu seseorang di Gondangdia. "Korban betemu dengan Asyifa, dari situ kita kembangkan dia (Asyifa) punya pacar si Hafitd. Dan Hafitd ini juga mantan pacar korban," ujar Priyo.
Berbekal informasi itu, Kamis (6/3/2014) pukul 14.00, penyidik Polresta Bekasi memperoleh informasi Hafid tengah berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Hafid melayat ke tempat jasad Sara disemayamkan.
Dari luka di tangan
"Penyidik mendekati Hafitd dan bertanya pada yang bersangkutan tentang korban," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, secara terpisah. Saat itu, luka di tangan Hafitd mengundang perhatian penyidik. Ketika ditanya penyidik, Hafitd memberikan jawaban yang tidak meyakinkan.
"Hafitd akhirnya mengaku kalau luka itu bekas gigitan Sara," ujar Rikwanto. Setelah didesak, Hafitd mengakui pula bahwa ia membunuh Sara. Bekas gigitan itu didapat ketika Sara melakukan perlawanan.
Dari pengakuan Hafitd pula diketahui soal keterlibatan Asyifa. Maka perempuan yang juga masih berumur 19 tahun ini diburu ke kampusnya di Pulomas, Jakarta Timur. Di sana, dia ditangkap.
Menurut Priyo, Sara mau menemui Asyifa karena alasan Asyifa adalah ingin mendaftar ke tempat kursus yang sama dengan Sara. Saat itu, Hafitd bergabung. Pertemuan terjadi pada Senin sekitar pukul 19.00 WIB.
Sara kemudian diajak masuk ke mobil KIA Visto milik Hafitd. "Di dalam mobil, berbicara sebentar dan (korban) tidak suka. Sara mau melarikan diri ditarik dan mendapat penganiayaan," kata Rikwanto.
Penganiayaan diduga dilakukan Hafitd dan Asyifa secara bergantian, berupa pemukulan, penyetruman, pencekikan menggunakan tali tas, dan penyumpalan mulut Sara menggunakan kertas.
Penganiayaan itu disebutnya terjadi pada rentan waktu Senin pukul 19.00 WIB sampai dengan Selasa (4/3/2014) pukul 23.00 WIB. "Selama 26 jam mereka melakukan penganiayaan," kata Priyo.
Keterangan Polda Metro Jaya dari hasil otopsi menunjukan waktu kematian korban antara Selasa pukul 02.00 WIB sampai dengan Selasa pukul 14.00 WIB. Otopsi itu juga menerangkan korban tewas karena sumbatan kertas di dalam tenggorokan.
Setelah Sara meninggal, kata Priyo, Hafitd dan Asyifa tetap menempatkannya di kursi belakang mobil Hafitd. Mereka berdua membawa jasad itu berkeliling Jakarta dan sekitarnya, hingga kemudian membuang jasad Sara di Tol JORR ruas Bintara, kilomter 41, Bekasi Timur, Rabu dini hari.
Sakit Hati dan Cemburu
Aksi Hafitd dan Asyifa membunuh Sara, berdasarkan pengakuan mereka kepada penyidik, dipicu sakit hati dan cemburu. Hafitd kecewa Sara yang adalah mantan pacarnya menolak dihubungi apalagi bertemu. "
Padahal pelaku ingin berpacaran lagi dengan korban semetara korban tidak mau," ujar Rikwanto. Sedangkan Asyifa, lanjutnya, ikut melakukan pembunuhan itu karena merasa cemburu. Asyifa, ujar Rikwanto mengutip pengakuan Asyifa, khawatir Hafitd akan kembali berpacaran dengan Sara.
Sara, Hafitd, dan Asyifa, adalah teman satu angkatan di SMAN 36 Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur. Menurut Nendi, teman mereka dari SMA yang sama, Hafitd dan Sara berpacaran sejak masih duduk di bangku kelas XI jurusan IPA di SMA itu. "Kalau putusnya (Hafitd dan Sara) saya kurang tahu. Hafitd dan Asyifa setahu saya (berpacaran) setelah lulus (SMA)," ujar Nendi, saat ditemui di TPU Pondok Kelapa.
Nasi sudah menjadi bubur. Nyawa Sara tidak bisa dikembalikan. Hafitd dan Asyifa mengaku menyesal. "Mereka menyesal dan menyampaikan permohonan maaf ke keluarga korban," ujar Priyo.
Ibunda Sara, Elisabeth Diana, menyatakan memaafkan dua pelaku yang membunuh anak semata wayangnya itu. Meski demikian, ia berharap keadilan tetap ditegakkan lewat proses hukum. "Saya percaya setelah proses hukum dilaksanakan. Hafitd dan Asyifa jadi anak yang baik. Saya yakin mereka anak baik," ujar Elisabeth.
Menurut Elisabeth, proses hukum diperlukan untuk memberikan pelajaran hidup bahwa setiap perbuatan ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam kasus ini, Hafitd dan Asyifa dikenakan sangkaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman minimal 20 tahun hingga maksimal hukuman mati. (kcm)