TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kekesalan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terhadap Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI karena menarik pajak reklame untuk bus Transjakarta yang disumbang swasta terus memuncak. Pasalnya, masalah pajak reklame tersebut sudah membuat proses penyerahan bus berlarut-larut.
"Sekarang saya tanya, kalau Billboard tidak bayar pajak, orangnya dipenjara apa billboardnya dicopot? Pasti billboardnya dicopot, sudah lah, jalanin saja bus itu dulu, urusan pajak saja susah sekali, saya juga tau itu iklan di bus Kopaja dan Mayasari juga nggak bayar pajak, kalaupun bayar, pasti mengakali, luasan Nilai Sewa Reklame (NSR)nya juga curang," tutur pria yang biasa disapa Ahok ini di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (12/3/2014).
Ahok menjelaskan, pihak swasta membeli bus seharga Rp 1,4 miliar per unit. Jika dia seharusnya membayar pajak reklame sekitar Rp 30 juta per tahun, maka dibutuhkan waktu hingga 30 tahun lebih agar nilainya impas.
"Jadi mana kerugian negaranya? Kalau dia sumbang bus, bisa angkut ratusan ribu orang dalam setahun, mana yang lebih rugi?," jelas Ahok.
Menurut Ahok, jika memang bus bantuan Transjakarta ini mau dipajaki reklamenya, ia akan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memeriksa semua reklame di bus apakah bayar pajak sesuai ketentuan.
"Dimanapun di dunia, bayar iklan di bus itu paling mahal, Cuma di Jakarta paling murah. Ini mau ada 53 truk sampah dikasih swasta, kalau dipersulit lagi, gue timpa semuanya," ujar Ahok.