Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Polres Pelabuhan Tanjung Priok menetapkan 5 tersangka terkait kasus 19 pria yang diperdagangkan menjadi ABK Nelayan di pesisir laut Jawa.
Kelima tersangka itu merupakan pihak paguyuban, dari Bina Jasa Marga (BJM) yang melakukan perekrutan calon-calon ABK tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan awalnya kepolisian mengamankan 9 pihak paguyuban. Dan setelah melewati proses pemeriksaan ada 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Kelima tersangka itu yakni MY,35 tahun (ketua paguyuban), S, 43 tahun (Wakil Ketua), YA, 41 tahun (Sekertaris), HA, 42 tahun (Bendahara) dan SM, 44 tahun (Wakil Bendahara). Sedangkan 4 diantaranya masih berstatus sebagai saksi," terang Rikwanto, Kamis (27/3/2014) di Mapolda Metro Jaya.
Rikwanto menambahkan atas perbuatannya kelima tersangka dikenakan Undang-undang tentang Perlindungan Anak karena rata-rata korban masih berusia dibawah umur.
"Jadi pelaku ini berkedok sebagai penyalur tenaga kerja atas nama Paguyuban Ketenagakerjaan Bina Jasa Mina atau Paguyuban ABK Kapal Nelayan," kata Rikwanto.
Untuk diketahui, 19 korban perdagangan berhasil dibebaskan pada Selasa (25/3/2013) lalu dari sebuah Ruko di Muara Baru Centre, lantai 3, Jakarta Utara.
Selain mengamankan 19 pria korban perdagangan, pihaknya juga mengamankan 9 orang pengurus yang merekrut para pria tersebut. Sembilan orang itu merupakan pihak paguyuban, dari Bina Jasa Marga (BJM) yang melakukan perekrutan calon-calon ABK.
"Selama disekap ini para pelaku kerap memperlakukan korban dengan tidak manusiawi. Terlebih jika korban berniat kabur, pelaku tidak segan untuk menganiaya," terang Rikwanto.
Pengungkapan kasus tersebut bermula dari adanya laporan kehilangan anak yakni MA (15) dan NA (23). Kemudian Polres Pelabuhan Tanjung Priok melakukan penyelidikan dan diketahui korban disekap serta berhasil dibebaskan.
"Selama di penampungan, mereka dikumpulkan dalam satu ruangan, dikunci dan kalau mau buang air di hanya diember yang disediakan di ruangan itu. Makan pun terbatas," tutur Rikwanto.
Rikwanto menambahkan oleh pihak paguyupan, korban dijanjikan upah Rp 20 juta per bulan sebagai ABK. Namun nyatanya selama bekerja hanya diberi upah biaya hidup pas-pasan yakni hanya uang makan dan minum tidak seperti yang dijanjikan.