News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICW Nilai Langkah Jokowi Tak Lapor Indikasi Korupsi Disdik DKI ke Penegak Hukum Tidak Tepat

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendaway (tengah) bersama Penanggungjawab Bidang Hukum, Diseminasi dan Humas LPSK, Hotma David Nixon (kiri) dan Aktivis ICW, Febri Hendri (kanan), berbicara kepada wartawan terkait dugaan kecurangan dalam Ujian Nasional, di kantor LPSK Jakarta Pusat, Senin (23/4/2012).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai langkah tidak tepat diambil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo karena tidak melaporkan indikasi korupsi anggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Febri Hendri, mengatakan, harusnya indikasi tersebut tetap dilaporkan agar penegak hukum bisa menelusuri indikasi tersebut.

"Seharusnya diserahkan kepada hukum, sehingga penegak hukum dapat menilai sejauh mana indikasi itu terjadi," ujar Febri,  Minggu (13/4/2014).

Sebelumnya, Jokowi menyebut tak membawa kasus duplikasi anggaran Rp 700 miliar dan mark up harga Rp 500 miliar di dinas pendidikan ke ranah hukum. Jokowi beragumentasi dana itu belum digunakan sehingga korupsi belum terjadi.

"Kan kita lock (kunci). Jadi itu belum digunakan, makanya tidak perlu dibawa ke ranah hukum," ujarnya.

Atas hal itu, Febri menilai hal sebaliknya yang justru harus dilakukan gubernur DKI Jakarta. Mark up dan duplikasi itu, kata Febri berada dalam APBD DKI Jakarta 2014 yang sudah disahkan oleh DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah DKI Jakarta.

Penegak hukum, lanjut Febri, akan melakukan kajian kemungkinan adanya suap penyuap antara DPRD DKI dan oknum PNS untuk meloloskan mata anggaran yang terindikasi mark up dan duplikasi.

"Mark up dan duplikasi itu ada di APBD 2014 yang telah disahkan. Jadi ada unsur kesengajaan untuk membuat itu, di balik unsur kesengajaan adakah praktik suap menyuap, itu menjadi tugas penegak hukum," tegasnya.

Febri mengakui dalam kasus dugaan mark up dan duplikasi, korupsi belum terjadi mengingat negara belum mengalami kerugian.

Febri menambahkan, jika  penegak hukum mau lebih dalam mendalami, kerugian negara bisa dilihat  dari pengunaan anggaran negara untuk membahas APBD.

Karena itu Febri menyayangkan langkah gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang tidak melaporkan dugaan tersebut ke ranah hukum.

"Tidak tepat, harusnya dilaporkan. Ada unsur kesengajaan di situ," ujarnya.

Adapun Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun tidak bisa mengungkapkan nomenklatur anggaran mana yang telah diduplikasi.

Lastro mengaku tidak ingat, meski hanya satu nomenklatur yang diduga akan dikorupsi. Di sisi lain, Lasro mengklaim penyisiran anggaran di dinasnya diinisiasi oleh dirinya sendiri.

"Saya tidak ingat, yang saya tahu hanya 1, 2 triliun, terlalu banyak," ujarnya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo  mengatakan, wajar jika ada anggaran yang dobel dan digelembungkan yang bisa lolos dari dinas dan DPRD DKI Jakarta.

Sebab, katanya, ada sebanyak 62 ribu lebih mata anggaran yang tercantum dalam APBD 2014. Terlebih, verifikasi tiap mata anggaran dilakukan secara manual.

"Tidak mungkin dicek satu per satu. Tapi kalau ada yang seperti ini, ya berarti mau tidak mau harus detail dinasnya," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini