TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Jakarta International School (JIS), Harry Ponto dan Hotman Paris Hutapea, berencana mengajukan protes kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Dwi Priyatno.
Hal tersebut dilakukan terkait perlakuan penyidik Polda Metro Jaya terhadap dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Michel Tjiong.
”Kedua guru itu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai martabat dan harga diri. Pemeriksa tidak boleh bertindak sekehendak hati karena kedua guru itu belum tentu bersalah,” ucap Harry Ponto kepada wartawan, Sabtu (19/7/2014).
Neil dan Ferdinant sebelumnya dipanggil Polda Metro Senin (14/7/2014) untuk mejalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa TK JIS. Saat itu, Hotman mendampingi keduanya, sementara Harry Ponto mendampingi pihak JIS sebagai lembaga pendidikan.
Neil dan Ferdinant diperiksa sekitar pukul 21.30 WIB. Waktu itu, penyidik polisi menyebut Neil dan Ferdinant ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/947/VII/2014/Ditreskrimum dan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/949/VII/2014/Ditreskrimum.
”Kami tidak bersedia menandatangani surat penangkapan itu, karena kedua guru tersebut bukan ditangkap. Mereka datang baik-baik ke Polda sejak siang,” kata Hotman.
Selama pemeriksaan baik Neil maupu Ferdinant mendapat pendampingan dari penasehat hukumnya serta perwakilan dari kedutaan Kanada dan Amerika Serikat.
Pada saat itu, penyidik dihadapan penasihat hukum maupun perwakilan kedutaan mengatakan kedua tersangka akan ditempatkan di ruang yang cukup layak dan belum ditahan.
Setelah ada jaminan itu, baik perwakilan dari kedutaan maupun penasehat hukum meninggalkan kedua guru di Polda Metro Jaya sekitar pukul 22.30 WIB.
Tetapi, sekitar pukul 23.00 WIB justru penyidik melakukan penahanan terhadap kedua guru tersebut. Tidak ada pemberitahuan terhadap penasihat hukum keduanya akan ditahan dan kedua tersangka pun tidak diberi kesempatan untuk menghubungi penasihat hukum.
Keesokan harinya Selasa (15/7/2014), sekitar pukul 08.30 WIB, kepolisian membawa Neil dan Ferdinand ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati guna melakukan pemeriksaan kesehatan.
Lagi-lagi penasihat hukum tidak diberitahu baik secara lisan maupun tertulis. Justru pemberitahuan baru datang setelah keduanya selesai menjalani pemeriksaan di RS Polri.
”Padahal menurut ketentuan Pasal 54 KUHAP, setiap tersangka berhak mendapat bantuan hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Termasuk dalam pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Polri di Kramat Jati,” ungkap Hotman.
Kemudian, Kamis (17/7/2014) kedua guru itu kembali dibawa penyidik ke Puslabfor Mabes Polri untuk pemeriksaan dengan menggunakan
lie detector.
Kedua guru itu berkeberatan dan meminta penyidik menghubungi penasihat hukum. Pihak Puslabfor Mabes Polri pun meminta penyidik Polda Metro Jaya menghubungi penasihat hukum kedua tersangka sebelum pemeriksaan.
“Berkat bantuan pihak Puslabfor akhirnya penasihat hukum dapat bertemu dan mendampingi kedua guru itu,” kata Hotman.
Atas kejadian tersebut, Hotman berencana mengajukan protes tertulis kepada pimpinan Polda Metro Jaya. Menurutnya, tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap kedua guru itu bertentangan dengan pasal 54 dan 57 KUHAP.
“Apalagi salah satu dari guru ini warga negara asing yang tidak memahami proses hukum di Indonesia,” ungkapnya menutup pembicaraan.