TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua partai pengusung Joko Widodo-Basuki Tjahaya Purnama di Pilkada DKI Jakarta lalu yakni PDI Perjuangan dan Gerindra bentrok di Pilpres 2014.
Jokowi yang akan dilantik 20 Oktober nanti menjadi Presiden, kursinya di DKI-1 (gubernur) akan ditempati Ahok sapaan Basuki Tjahaya Purnama sehingga kursi DKI-2 (wakil gubernur) bakal kosong.
Sehingga perseteruan Gerindra dan PDI Perjuangan bakal lanjut ke pembahasan calon Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Ketua DPP Hanura Wahyu Dewanto mengatakan hal itu bahwa tugas berat anggota DPRD terpilih DKI Jakarta sudah menanti.
Salah satunya adalah pengisian kursi DKI-2 jika Ahok resmi dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi.
Sesuai undang-undang Pilkada, penentuan cawagub dikembalikan ke partai pengusung, yakni PDIP dan Gerindra.
“Kita sebagai anggota DPRD terpilih siap gerak cepat. Namun tentunya harus ditunjang oleh kesigapan partai pemenang pilkada untuk menyiapkan calon yang akan diusung menjadi wakil gubernur. Lebih cepat lebih baik.
Artinya, jika calon Wakil Gubernur lebih cepat dideklarasikan ke publik, kami anggota DPRD terpilih tentu memiliki waktu lebih banyak untuk mempelajari track record calon tersebut, juga dapat mendengarkan aspirasi masyarakat yang kami wakili dari bawah tentang calon yang akan kami pilih,” kata Wahyu Dewanto di Jakarta, Rabu (13/8/2014).
Wahyu sendiri berharap, pengisi kursi DKI-2 paling tidak terbukti punya komitmen yang sama dengan Ahok.
Yakni muda, berani malawan korupsi, terbukti dicintai rakyat, memiliki basis dukungan yang jelas, berasal dari profesional/pengusaha, belum pernah terkait kasus korupsi, dan minimal pernah memiliki pengalaman mempimpin organisasi atau perusahaan.
“Tentunya dia juga harus paham benar budaya Jakarta atau paling tidak telah lama tinggal dijakarta,” kata anggota DPRD terpilih DKI Jakarta ini.
Hanya saja, Wahyu tidak yakin pengisian kursi Wagub DKI bakal berjalan mulus. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 26 Ayat (4) menyatakan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam Pilkada untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
“Namun melihat konstelasi politik nasional saat ini terutama setelah pilpres berlangsung, pencalonan wakil gubernur oleh PDIP dan Gerindra sangat dikhawatirkan tidak akan semulus yang kita kira dimana kedua partai tersebut tidak saling bersepakat alias deadlock untuk mengusulkan dua calon wagub.
Situasi ini bisa rumit karena undang-undang tidak mengatur lebih lanjut apabila terjadi deadlock antar partai pengusung,” katanya.
Wahyu sendiri berpandangan, apabila situasi deadlock benar terjadi, maka bukan hal yang mustahil akan terbentuk Poros Tengah di DPRD DKI.
Poros Tengah ini merupakan gabungan perwakilan fraksi-fraksi DPRD diluar partai pengusung untuk menjaring calon yang kompeten untuk diajukan namanya kepada PDIP dan Gerindra.
“Tim penengah (Poros Tengah, red) ini fungsinya seperti juru damai yang memberikan solusi kepada kedua partai pengusung yang sama-sama diprediksi saling tarik ulur kepentingan,” katanya.
Untuk itu, dia berharap dua partai pengusung bisa melupakan kompetisi yang terjadi di Pilpres 2014 dalam penentuan Cawagub DKI.
Wahyu berharap persaingan dua partai ini tidak berimbas ke pengisian kursi DKI-2.
“Saya percaya PDIP dan Gerindra akan saling support demi kelangsungan pemerintahan Jakarta yang lebih baik.
Jika itu terjadi, niscaya pelayanan kepada masyarakat Jakarta akan lebih baik, masyarakat tidak akan dirugikan, masyarakat senang, Jakarta pun nyaman,” ujarnya.