TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para kuasa hukum lima tersangka kasus sodomi di Jakarta International School (JIS) menyatakan banyak kejanggalan dalam kasus yang menjerat para pekerja outsourcing di JIS.
Sebelum sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (26/8/2014) dan Rabu (27/8/2014) tiga kuasa hukum tersangka Cleaning Service JIS yang menamakan diri Tim Advokasi Pencegahan Peradilan Sesat (Tappas) ini membeberkan kejanggalan dalam kasus ini versi mereka.
Patra M Zen kuasa hukum dua orang tersangka Agun Iskandar dan Virgiawan Amin mengatakan, banyak hal yang masih menjadi pertanyaan besar.
"Dari delapan hari terjadinya peristiwa, bisa dua sampai tiga kali disodomi. Ini penuh kejanggalan, Kejadian pertama di Toilet Anggrek pada Desember 2013, lalu 21 Januari 2014, Februari 2014 tiga kali terjadi, dan 17 Maret terjadi, padahal visum menyatakan ada memar pada perut dan tidak ditemukan luka pada lubang pelepasan. Pemeriksaan visum dilakukan pada (24/3) namun hasil visum RSCM Tidak dimasukkan dalam dakwaan.
"Karena kalau dimasukkan akan memperlemah," tuturnya di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2014).
Ia mengatakan, polisi hanya berdasar pada penyakit Herpes. Namun Herpes adalah lain hal, karena bisa saja ditularkan ibu dan saudaranya, karena bisa ditularkan dari air liur.
Ia juga menyesalkan PT ISS yang seolah lepas tangan atas kasus yang dialami karyawannya.
"Bagaimana orang kecil hanya dipekerjakan, perusahaan tidak mau bertanggungjawab," tuturnya.
Kuasa Hukum tersangka Virgiawan, Saut Irianto Rajagukguk menambahkan, kejanggalan lainnya adalah dalam satu peristiwa bisa sampai empat orang yang menyodomi secara bergantian, dengan durasi 5-30 menit.
"Kalau menurut saya anak usia 6 tahun disodomi empat orang pasti pingsan. Kemudian 13 kali sodomi tidak ada perubahan otot dubur, seharusnya penyidik menghentikan perkara ini," tuturnya.