TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fitri Susanti (12) dan Rahmandani Wibowo (4) yang digendong Kokom (33) berlarian keluar dari lantai 2 rumahnya yang terletak di RT 08 RW 02 No 19, Palmerah, Jakarta Barat.
Mereka panik lantaran sejumlah warga yang berada di bawah rumahnya berteriak kepada mereka agar segera turun karena backhoe akan meratakan bangunan yang ada di sebelah rumahnya.
"Cepat turun sini, lari, jangan sampai ketiban bangunan sama pohon. Cepet keluar dari rumah kamu," ucap seorang ibu berkaos putih dan celana pendek putih itu yang kemudian diikuti teriakan warga lainnya, Selasa (16/9/2014).
Kokom dan kedua anaknya yang hanya menangis terpaku melihat backhoe menghancurkan rumah tetangganya itu kemudian bergegas turun melewati tangga kayu yang berada di luar rumah.
Setibanya di bawah, Kokom lantas dipeluk sejumlah warga yang sejak tadi berteriak. Kemudian dirinya meneteskan air mata sambil berkata, "Jangan hancurkan rumah saya pak, saya orang susah untuk hidup saja susah".
Kokom yang memiliki 5 anak yang masih kecil-kecil itu yakni Neneng Omah (17), Fitri Susanti (12), Ali Muchtar (10), M. Sandi Permana (7), dan Rahmandani Wibowo (4) mengaku bingung jika rumahnya ikut dirobohkan.
"Saya mau tinggal dimana mas, anak-anak saya masih kecil dan butuh sekolah. Boro-boro uang buat ngontrak, buat sehari-hari saja sudah susah," kata ibu berkerudung merah itu kepada Warta Kota.
Wanita asal Jasinga, Bogor, Jawa Barat, itu tak habis pikir kenapa pemerintah setega itu menghancurkan bangunan tempat tinggalnya.
"Saya sudah bersyukur punya rumah warisan dari orangtua saya ini. Jadi saya bagi dua dengan kakak saya. Saya nempatin atas, kakak dibawah. Nah kalau dibongkar saya mau tinggal dimana," kata ibu yang menempati rumah warisan orangtuanya.
"Terus saja ancurin, biar kesetrum sekalian tuh petugas. Kalau mau perang ayo perang, kalau begini caranya perang sama bangsa sendiri," kata seorang ibu berbaju biru kepada petugas.
Begitupun dengan bapak-bapak kerap kali terlontar kata-kata makian kepada petugas dari mulut mereka. "Sialan Jokowi-Ahok, kalau tau begini kami enggak pilih kemarin," ucap bapak berbaju kuning.
Camat Palmerah, Agus Tri mengatakan kalau Kali Grogol yang ada saat ini merupakan saluran pengairan (irigasi), dulunya Palmerah merupakan persawahan.
Jadi, tak aneh jika perizinan warga untuk membangun bangunan di pinggir kali baik berupa girik maupun surat lainnya bisa dikeluarkan oleh lurah setempat.
"Jadi enggak aneh kalau warga sekarang banyak yang memiliki surat-surat. Soalnya anak Kali Grogol ini dulunya aliran irigasi untuk persawahan," ujarnya di lokasi pembongkaran.
Sementara itu, di lokasi pembongkaran, Wali Kota Jakarta Barat Anas Efendi mencoba menenangkan protes warga dengan menjanjikan warga yang memiliki sertifikat diperbolehkan mengajukan bukti kepemilikannya ke pemerintah.
Sedangkan, bagi warga yang memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI akan diupayakan ditampung di rumah susun (rusun).
"Untuk bangunan yang bersertifikat, tentunya akan kita tindak lanjuti, silahkan mengajukan, nanti kita akan usulkan pergantian ruginya ke Pemprov. Kalau tidak punya KTP DKI jelas tidak akan difasilitasi ke rusun. Total keseluruhan bangunan yang dibongkar mencapai 113 rumah," katanya.