TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sidang Praperadilan atas gugatan kesalahan prosedur penahanan Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono terkait kasus Pengadaan Bus Transjakarta digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (15/10/2014).
Kedua saksi kunci yang notabene merupakan pegawai pemohon yakni Andit Prabowo selaku asisten rumah tangga Udar Pristono, dan Panindya Priantono selaku mandor perbaikan rumah Udar dihadirkan dalam sidang yang dimulai sekira pukul 12.00 WIB.
Namun, berbeda dengan sidang pada umumnya, kedua orang saksi yang ditunjuk sebagai saksi mahkota oleh kuasa hukum Udar Pristono, Eggi Sudjana tidak menjalani proses sumpah selayaknya saksi sebelum menjalani persidangan. Keduanya hanya ditunjuk oleh Hakim tunggal, Nur Aslam untuk membeberkan kesaksian secara langsung.
Keputusan tersebut diungkapkan sang hakim merunut dari status kedua saksi yang merupakan pegawai non formal Udar Pristono. Sehingga, kesaksian keduanya dikhawatirkan tidak objektif dan independen.
"Karena kedua saksi masih terikat pekerjaan, dibayar oleh pemohon (Udar Pristono-red). maka, saya putuskan, kedua saksi ini tetap diperiksa tanpa disumpah," tegasnya sesaat membuka sidang di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, (15/10/2014).
Keputusan Hakim tersebut secara spontan membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan keberatan. Pada tepi lain, kubu pemohon pun terlihat marah dengan keputusan hakim yang dinilai tidak wajar.
Kuasa hukum Udar Pristono sekaligus rekan Eggi Sudjana, Toni bersikukuh kalau kesaksian keduanya sangat penting dicatat dalam laporan persidangan. Karena kesaksian keduanya hanya bersifat memaparkan fakta, bukan untuk meringankan perkara.
"Mereka memang bekerja untuk Udar, tapi mereka tidak bekerja di bidang formal dan tidak tercatat di Dinas Pekerjaan Umum. Yang tidak bolehkan kalau status mereka demikian. Aturan ini juga masih multitafsir, debatable," jelasnya keberatan.
Walau terlihat berargumen cukup panjang, keterangan kedua Kuasa Hukum Udar Pristono tidak kunjung mengubah keputusan Hakim. Sesuai dengan keputusan dimuka sidang, kedua saksi akan didengarkan keterangannya tanpa menjalani sumpah.
Dalam kesaksian keduanya, surat penahanan dan perpanjangan penahanan Udar Pristono disampaikan diterimanya lewat kurir pada tanggal 19 September 2014 dan tanggal 9 Oktober 2014. Selanjutnya, kedua aurat tersebut disampaikan kepada saudara pemohon, yakni Wasir yang berada di rumah kediaman Pemohon.
"Saya terima surat dari Kejaksaan katanya surat perpanjangan penahanan, tapi abis itu saya kasih ke saudara pak Udar yang ada di rumah, bu Wasri, habis itu saya nggak tahu lagi," kata Panindya.
Namun, seperti tidak dianggap, kesaksian kedua pegawai pemohon tidak disanggah oleh ketiga JPU. Ketiganya terlihat hanya mendengarkan secara serius tanpa ada satu pun pertanyaan diajukan.
Pihak JPU yang diwakili oleh Viktor mengatakan kalau kesaksian keduanya telah terbukti benar dan tidak adanya yang salah dalam prosedur pemberian informasi terkait rencana penahanan Udar Pristono.
"Prosedurnya memang menyampaikan surat kepada pihak keluarga, kan itu sudah dilakukan. Saksi tadi juga bilang habis dia terima suratnya, langsung dikasih ke keluarga Udar. Yang mana yang salah?," tegas Viktor usai menjalani persidangan.
Walau begitu, pihak kuasa hukum Udar Pristono tetap bersikukuh kalau proses penahanan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi tidak sesuai dengan prosedur yang terangkum pada Pasal 21 ayat 3 KUHP yang menyatakan surat tembusan penahanan harus disampaikan kepada keluarga.
Rencananya persidangan akan dilanjutkan kembali dengan agenda mendengarkan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (16/10/2014) ini. (Dwi Rizki)