TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya belum bisa mengaitkan peristiwa kerusuhan saat unjuk rasa Front Pembela Islam (FPI) yang menjerat 22 tersangka dengan actor intelektual yang memerintah atau mendanai kegiatan tersebut. Direktur Reserse Polda Metro Jaya Kombes Heru Pranoto mengatakan, dirinya hanya bicara berdasarkan fakta dan bukan analisis, atau perkiraan.
“Jadi untuk pihak yang mendanai, itu ranah intelejen. Dalam pemeriksaan Para tersangka hanya memberikan apa yang dia lakukan. Contohnya mereka hanya terima broadcast di BBM (Blackberry Messennger),” ujarnya usai Apel Konsolidasi Operasi Mantap Brata di Mapolda Metro Jaya, Rabu (22/10/2014).
Dikatakan Heru, dalam berita acara pemeriksaan disebutkan bahwa para anggota FPI membawa batu untuk wirid atau zikir. “Ini kan tidak masuk di akal, tapi begitu penuturan mereka, bawa batu dari satu tempat di Jawa Barat, ke Jakarta hanya untuk wirid, mana ada wirid bawa batu?, alasan yang tidak masuk akal. Tapi kita kan tidak bisa memaksa keterangan mereka. Kasus ini kan pasal 170 (perusakan) dan 160 (penghasutan), jadi kalau bicara siapa yang menyuruh atau pasal 160 sudah ada tersangkanya (Novel dan Syahab), jadi sudah cukup dalam konstruksi pidana. Kalau masalah pendanaan dan sebagainya, kita kaji lagi cari data dari intelejen,” ujarnya.
Heru menjelaskan, fungsi intelejen adalah memberikan informasi. Kemudian, informasi dari intelejen harus diuji oleh Reserse, “Apakah informasi bisa jadi bukti dalam penyidikan, atau hanya informasi untuk masukan pimpinan mengambil keputusan. Seperti contohnya pendanaan, mungkin kita juga secara kasat mata semua tahu ada gambaran seperti itu (didanai), namun kan hukum tidak bisa berdasarkan asumsi saja. Harus dibuktikan, sampai sekarang semua tersangka belum menjelaskan. Ia hanya menjelaskan apa yang mereka lakukan, Novel juga tidak katakan (siapa yang mendanai),” ujarnya.
Seperti diketahui, berkas 22 tersangka sudah diberikan ke Kejaksaan Tinggi DKI. Para tesangka dijerat dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal 170 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama, pasal 214 KUHP menalawan petugas atau aparat. Ancaman hukuman diatas lima tahun penjara. (Ahmad Sabran)