TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebuah fakta penting terungkap dalam sidang kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan dua guru Jakarta Intercultural School (JIS) kemarin (22/1/2015).
Dr Lutfi dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Jakarta mengatakan bahwa hasil pemeriksaan medis terhadap MAK, salah satu siswa JIS yang diduga menjadi korban kekerasan seksual ini, bukanlah visum yang konklusif, hanya sementara.
Pasalnya, pemeriksaan terhadap MAK hanya dilakukan di UGD dan tidak melalui mekanisme visum yang benar. Pada saat pemeriksaan awal, Dr Lutfi menjelaskan, di lubang pelepas MAK ditemukan adanya nanah. Untuk mengetahui penyebabnya, Dr Lutfi meminta TPW, ibu MAK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan mengenai kondisi si anak. Akan tetapi hal itu tidak pernah dilakukan oleh ibu MAK.
Dr Lutfi mengungkapkan, pihaknya tidak pernah melakukan swab atau pengujian terkait dengan nanah di lubang pelepas MAK. Mengenai nanah tersebut Dr Lutfi menyatakan, ada empat kemungkinan yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah radang pada usus besar.
Lebih lanjut, setelah pemeriksaan yang dilakukan, Dr Lutfi menganalisa bahwa nanah tersebut berasal dari bakteri. Oleh karena itu, Dr Lutfi memberikan dua resep obat yaitu Flagyl, obat khusus untuk pengidap penyakit akibat bakteri dan Proris, obat penahan rasa sakit. Kedua obat tersebut bukan untuk penyakit seksual menular.
Dr Lutfi dalam keterangannya sebagai ahli dalam sidang Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong, juga menambahkan, bahwa herpes tidak mungkin disebabkan oleh bakteri, melainkan virus. Bakteri sendiri dapat muncul akibat makanan dan minuman. Atas dasar pemeriksaan yang dilakukan, Dr Lutfi menegaskan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap MAK tidak bersifat konklusif.
Patra M. Zen, kuasa hukum Agun Iskandar, salah satu pekerja kebersihan PT ISS yang telah divonis 8 tahun penjara dan denda 100 juta dalam kasus ini mengatakan, semua keterangan Dr Lutfi merupakan fakta baru dan sangat penting untuk mengungkap kebenaran dalam kasus ini.
Pasalnya, dalam sidang yang melibatkan para pekerja kebersihan PT ISS, majelis hakim menjadikan hasil visum RSPI ini sebagai dasar pertimbangan menjatuhkan vonis.
"Dr Lutfi sebagai pihak yang memeriksa korban tidak pernah dihadirkan sebagai saksi atau ahli dalam sidang pekerja kebersihan. Sementara hasil pemeriksaannya dijadikan dasar untuk menghukum orang. Keterangan Dr Lutfi dalam sidang guru kemarin kembali menegaskan bahwa sesungguhnya sodomi itu tidak pernah ada," tegas Patra saat dihubungi wartawan Jumat (23/1/2015).
Menurut Patra keterangan Dr Lutfi tersebut sesungguhnya juga sesuai dengan hasil pemeriksaan medis di SOS Medika dan RSCM. Dr Narrain Punjabi, pihak yang pertama memeriksa MAK di SOS Medika sebelum kasus ini mencuat di tanggal 22 Maret 2014, menyatakan bahwa MAK tidak mengalami penyakit menular seksual. Dr Narrain juga menegaskan, ibu TPW menolak untuk melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyakit sebenarnya dari MAK.
Patra mengatakan, setelah diperiksa di SOS Medika TPW menyatakan anaknya terkena herpes. Namun dia tidak mau melakukan pemeriksaan lanjutan seperti yang diminta Dr Narrain. Ternyata perilaku yang sama juga dilakukan di RSPI dengan tidak mengindahkan permintaan Dr Lutfi untuk memeriksa ulang kondisi MAK.
"Semua fakta-fakta medis yang lemah itu kemudian digunakan TPW untuk menyeret para pekerja kebersihan PT ISS dan kemudian menggugat perdata JIS hingga senilai hampir Rp 1,5 triliun. Dan celakanya semua cerita tanpa fakta ini di benarkan oleh pengadilan," ujar Patra.
Untuk itu, dengan adanya fakta baru dari Dr Lutfi, pihak pengacara dari para terpidana pekerja kebersihan PT ISS akan melakukan banding. "Kami akan minta kepada hakim banding untuk melakukan persidangan ulang dan memeriksa fakta-fakta dari keterangan Dr Lutfi. Sangat penting menghadirkan Dr Lutfi karena hasil pemeriksaannya dijadikan sebagai dasar vonis," ujarnya.
Sementara aktivis Human Right watch (HRW), Andreas Harsono yang memantau persidangan kasus JIS dengan terdakwa dua guru mengakui kasus JIS banyak kejanggalan. Dirinya tertarik setelah salah satu tersangka dari pekerja kebersihan PT ISS yaitu Azwar meninggal dunia saat proses penyelidikan. "Kalau ada tersangka yang meninggal maka ada yang aneh dan memunculkan tanda tanya. Untuk kasus JIS, ada prosedur yang tidak dilaksanakan. Kami menduga kuat terjadi pelanggaran HAM di kasus ini," katanya.