TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka tabrakan maut Pondok Indah, Christopher Daniel Sjarif (22 tahun), dinilai polisi cerdik dan pintar.
Sebelumnya, Christopher Daniel Sjarif menewaskan empat orang dalam kecelakaan di Pondok Indah, Selasa (20/1/2015). Dia menabrakkan mobil Outlander Sport milik rekannya ke motor dan mobil disana.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Eko Dananto, mengakui kecerdikan Christopher kepada wartawan saat jumpa pers di balai wartawan Polda Metro Jaya, Selasa (28/1/2015).
Eko menilai Christopher cerdik, karena sesaat setelah kejadian dia mengaku ke polisi bahwa memakai Narkoba jenis LSD beberapa jam sebelum kecelakaan.
Artinya, dalam hukum, Christopher patut dipertimbangkan karena dalam keadaan kurang sadar saat mengemudi. Lalu tak ada barang bukti LSD yang bisa membuatnya dijerumuskan sebagai bandar.
Akibatnya, apabila pengakuan tadi ditelan begitu saja oleh polisi, Christopher bisa melepaskan diri dari perkara lalu lintasnya. "Dia sewa pengacara saja yang pintar bisa lolos itu," ucap Eko.
Kemudian, kedua, Christopher tak mungkin terjerat kasus Narkoba sebagai bandar. Sebab polisi tak menemukan barang bukti. Artinya paling tidak Christopher justru akan masuk rehabilitasi saja karena cuma pemakai.
Beruntung polisi melakukan tes urine, darah dan kejiwaan. Sehingga ketahuan bahwa Christopher dalam kondisi sadar penuh. Dan Ia tak sedang dalam pengaruh Narkoba.
"Makanya pikiran orang ini cerdas sekali. Tapi kalau sudah negatif hasil urine nya, dia pasti akan terjerat kasus lalu lintasnya yang menyebabkan kematian," ujar Eko.
Gara-gara pengakuan cerdik Christopher ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Martinus Sitompul, dibuat kerepotan saat diberondong pertanyaan wartawan dalam jumpa pers tadi siang.
Martinus dianggap memberikan informasi yang salah. Sebab Martinus pula yang pertama kali memastikan bahwa Christopher memakai narkoba. Tapi dia memilih rendah hati, mengakui kesalahannnya dan meralatnya di depan wartawan.
Nantinya, Christopher akan dijerat Pasal 310 ayat 2 dan 4, jo pasal 312, dan 311 ayat 2 dan 3 UU tahun 22 tahun 2009, tentang lalu lintas angkutan jalan. Ancaman maksimalnya adala pidana 12 tahun penjara.(Theo Yonathan Simon Laturiuw)