News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Eksekusi Mati Diundur Lagi, Dipastikan Bukan Pekan Ini

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal angkatan laut (kiri) melintas di dekat tug boat saat patroli perairan di sekitar pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Senin (9/3/2015), di mana tahanan hukuman mati Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ditahan. AFP PHOTO / Bay ISMOYO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan eksekusi terpidana mati gelombang dua masih menunggu proses teknis dan perkembangan proses hukum, antara lain Pengajuan Kembali (PK) yang diajukan terpidana asal Filipina.

Juru Bicara Kejaksaan Agung, Tony Spontana, kepada wartawan, Senin (9/3/2015), mengatakan bisa dipastikan, eksekusi tidak akan dilakukan akhir pekan ini.

"Ya, salah satunya, kita menunggu hasil PK (yang diajukan terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Viesta Veloso), dan dia juga masih di Yogyakarta."

Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menyatakan telah mengirimkan hasil sidang PK warga Filipina itu ke Mahkamah Agung yang kemudian akan mengumumkannya.

Peninjauan Kembali diajukan Mary Jane Viesta Veloso, dengan menyampaikan novum atau bukti baru, bahwa perempuan berusia 30 tahun itu tak berbahasa Inggris dan Indonesia secara memadai, dan di seluruh persidangan dahulu, ia tak disediakan penerjemah bahasa Tagalog.

Sementara Mary Jane masih berada di penjara Yogyakarta, sembilan lainnya yang dijadwalkan untuk dieksekusi, sudah berada di Nusakambangan, namun belum masuk ruang isolasi.

Termasuk dua warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang pembatalan eksekusinya diupayakan dengan segala cara oleh pemerintah Australia, termasuk tawaran pertukaran narapidana --yang langsung ditolak pemerintah Indonesia.

Jubir kejaksaan, Tony Spontana juga mengatakan, terkait kasus terpidana mati warga Brasil Rodrigo Gularte, kejaksaan masih menunggu hasil opini kedua --second opinion-- dari dokter jiwa tentang kesehatan jiwa sang terpidana mati.

Hasil pemeriksaan dokter jiwa RSUD Cilacap, 11 Februari lalu menunjukkan, Dularte adalah penderita gangguan kejiwaan. Dokumen medis lain dari Paraguay dan Brasil menunjukkan, Dularte sudah menderita gangguan jiwa sejak tahun 1996.

Hari Jumat (06/03) siang, sekelompok aktivis pembela hak kaum disabilitas mendatangi kejaksaan agung untuk menyampaikan petisi yang menuntut eksekusi dan vonis terhadap Dularte dibatalkan karena menurut perundangan Indonesia, seorang penyandang gangguan jiwa tak bisa dipidana dan justru harus diobati.

Para aktivis itu sebelumnya mendatangi Komnas HAM Kamis (05/03) untuk mengadukan persoalan Rodrigo Gularte ini.  [Sumber: BBC Indonesia].

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini