TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRD DKI dari fraksi PDIP Syahrial tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) soal sistem e-budgeting.
Dia menganggap Basuki tidak paham posisi e-budgeting di dalam siklus penyusunan dan pembahasan anggaran.
"E-budgeting bukan salah satu siklus pembahasan anggaran. Gubernur kita ini lucu. Masa e-budgeting sudah diberlakukan tetapi kita masih disuruh bahas," kata Syahrial, Rabu (18/3/2015).
Syahrial yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) mencontohkan pemahaman Basuki soal e-budgeting di mana anggaran sudah di-input sebelum pembahasan dengan DPRD DKI.
Menurut siklus pembahasan anggaran yang tertera pada Peraturan Daerah, sebelum anggaran ditetapkan, harus ada pembahasan bersama antara Pemprov DKI dan DPRD.
"Idealnya, e-budgeting bukan sebelum anggaran (dibahas), tetapi setelahnya. Karena APBD sekarang lagi dibahas, otomatis e-budgeting harus dibuka. Dengan menyuruh Pemda untuk membahas ulang, membuka ruang untuk menambah, mengurangi, dan sebagainya," kata Syahrial.
Sebelumnya, terdapat dua versi dokumen RAPBD DKI tahun 2015, yaitu versi Pemprov DKI dan DPRD DKI. Pemprov DKI melalui sistem e-budgeting mengirimkan RAPBD versi mereka ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sedangkan DPRD DKI menganggap dokumen yang dikirim Pemprov DKI palsu dan melanggar hukum karena tanpa pembahasan bersama DPRD.
Namun pada akhirnya, dokumen yang diterima oleh Kemendagri adalah RAPBD versi Pemprov DKI. Bahkan sudah diterima dan dievaluasi oleh Kemendagri yang pada hari ini dibahas bersama dalam rapat pembahasan Pemprov DKI dengan DPRD.
RAPBD versi Pemprov DKI yang kini jadi APBD hanya tinggal menunggu kesepakatan dengan DPRD. Jika DPRD dan Pemprov menyepakati maksimal hari Jumat (20/3/2015) mendatang, maka DKI akan punya APBD baru, yakni APBD 2015.
Jika tidak mencapai suatu kesepakatan, DKI dipastikan menggunakan APBD Perubahan tahun 2014.(Andri Donnal Putera)