TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Komisi X dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Krisna Mukti mengaku mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membongkar usulan anggaran "siluman" di Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2015 senilai Rp12,1 triliun.
Usulan anggaran "siluman" itu merupakan pokok pikiran (pokir) DPRD yang diselipkan pascaparipurna pengesahan RAPBD oleh DPRD DKI.
Hanya saja, ketika ditanya tentang hal ini, Krisna yang juga berprofesi sebagai artis itu justru tidak mengetahui definisi pokir.
Ia pun balik bertanya kepada wartawan.
"Pokir apa tuh?" tanya Krisna kepada wartawan, saat ditemui di peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin, Kabupaten Bogor, Jumat (27/3/2015) lalu.
Setelah wartawan menjelaskan pokir merupakan aspirasi masyarakat yang ditampung anggota dewan saat masa reses dan diajukan kepada eksekutif dalam pembahasan anggaran, Krisna justru tertawa terbahak-bahak.
"Setahu saya bertahun-tahun sih memang seperti itu ya (anggota dewan mengusulkan pokir), tapi tidak ada yang menindaklanjuti, baru seorang Ahok (Basuki) nih yang seperti ini, berani berbuat mengungkap realita seperti itu. Jadi ya mereka yang terlibat di dalamnya kelabakan, kebakaran jenggot ha-ha-ha," kata Krisna.
Anggota DPR dari dapil Jawa Barat VII (Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta) itu mengatakan pengajuan pokir oleh dewan ke pemerintah adalah hal yang diatur dalam undang-undang.
Menurut dia, aspirasi masyarakat di dapilnya memang harus disampaikan ke pemerintah untuk dijadikan sebuah kebijakan.
Hanya saja, lanjut dia, pokir itu memang diusulkan sebelum paripurna pengesahan.
Bukan seperti yang dilakukan DPRD DKI dengan meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI untuk memasukkan pokir mereka ke dalam RAPBD.
"Kalau saya di Komisi X, masyarakat di dapil saya bikin proposal yang berkaitan dengan komisi saya. Kemudian mereka kasih proposalnya ke saya dan saya sampaikan ke kementerian bersangkutan. Mau difollow up apa enggak sama pemerintah, ya terserah," kata Krisna.
Ia pun berharap kisruh RAPBD antara Basuki dengan DPRD DKI cepat selesai.
Krisna berharap keduanya tidak sampai membawa masalah ini ke ranah hukum.
Padahal faktanya, Basuki sudah melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Basuki melaporkan anggaran "siluman" dari APBD 2012-2014 serta melaporkan RAPBD 2015 versi DPRD sebagai pembanding.
Bareskrim Polri pun sudah menyelidiki kasus pengadaan perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) di APBD-P 2014.
Di sisi lain, beberapa anggota dewan melaporkan Basuki ke Bareskrim Polri karena etika dan moral.
Selain itu, DPRD juga menggulirkan angket kepada Basuki karena diduga mengajukan dokumen RAPBD palsu kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Bisalah mereka selesaikan dengan musayawarah mufakat. Jadi masalah ini belum sampai ke tingkat lebih tinggi, kayak polisi atau pengadilan, kan bisa repot nantinya," kata Krisna.
Sebagai informasi, pokir ini diatur dalam Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang tata tertib.
Disebutkan bahwa Badan Anggaran mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.