Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan suami-istri Utomo Permono (45) dan Nurindria Sari (42) yang menelantarkan anaknya ternyata kerap memakai Narkoba jenis Shabu di depan anak mereka.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Eko Daniyanto, mengungkapkan hal itu berdasarkan keterangan Pasutri tersebut.
"Ya kalau pakai shabu selalu di rumah dan ada anak-anaknya. Tetapi pengakuannya anaknya tidak sampai dicekoki," ucap Eko ketika dihubungi, Minggu (17/5/2015).
Lebih lanjut, Eko mengatakan, Pasutri itu juga mengaku sudah enam bulan memakai Narkoba jenis shabu.
Sebelumnya polisi mengamankan lima anak Utomo dan Nurindria yyang ditelantarkan pada Kamis (14/5/2015). Serta meringkus Utomo dan Nurindria.
Kemudian saat digeledah, ternyata polisi menemukan satu paket shabu seberat 0,5 gram di rumah Pasutri tersebut di Perumahan Citra Gran Cluster Nusa Dua Blok E8 No 37 Cibubur pada Jumat (17/5/2015).
Makanya polisi membagi dua kasus Pasutri ini. Pertama dikenakan pidana penelantaran anak. Kedua dikenakan pidana Narkoba.
Sebelumnya Utomo membantah semua tuduhan bahwa dirinya dengan istri, N (42), menelantarkan lima orang anaknya.
Mereka menyebutkan bahwa tidak ada penelantaran seperti yang telah disebutkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya.
"Sama sekali enggak ada, fitnah itu. Susah begini jadinya," kata T, Kamis (14/5/2015) malam.
Dia menceritakan bahwa anak laki-laki satu-satunya, AD (8), dirawat oleh ibunya hingga berumur lima tahun.
Setelah lima tahun dirawat, AD dikembalikan ke rumahnya di Perumahan Citra Gran Cibubur, Bekasi, Jawa Barat. T sendiri baru tinggal di sana dengan keluarganya selama kurang lebih satu tahun.
Menurut Utomo, karena tidak dirawat sejak kecil, maka tidak ada ikatan batin antara dia dengan AD. Ada pun T dan N memutuskan agar AD dititipkan ke ibu Utomo atau eyangnya, karena kelahiran AD tidak direncanakan.
"Istri saya ini kan lahiran caesar terus, yang cowok ini kebablasan, jadinya lahir lagi. Ya sudah kita minta titipin ke eyangnya saja," ujarnya.
Selama dirawat oleh ibunya, AD dianggap terlalu dimanja. Sehingga Utomo menerapkan sikap tegas terhadap AD, berbeda dengan perlakuan dia terhadap keempat anak lain yang perempuan.
Namun dia membantah semua tuduhan bahwa dia menelantarkan, tidak memperbolehkan anaknya pulang, bahkan sampai tidak memberikan makan.
Utomo menjelaskan, kondisi di rumahnya termasuk sebuah perumahan elit yang tidak ada pagarnya. Jika ada tetangga yang mengaku kalau anaknya dibiarkan bebas keluar-masuk rumah, itu merupakan hal yang biasa.
"Dia kan anak cowok, enggak masalah lah. Enggak ada perkara. Tetangga saja yang fitnah kita," tuturnya.
Nurindria juga berpendapat kalau AD adalah anak yang cerdas. AD ternyata juga sudah sering diberikan kunci rumah sehingga dia bisa keluar dan masuk ke rumah kapan saja.
Terhadap tetangga di sekitar, Nurindra ikut menyesalkan tingkah mereka terhadap AD. Pernah suatu saat AD tidak pulang hingga larut malam sampai pagi hari.
Ketika pagi hari, mereka mencari anaknya yang ternyata ada di rumah tetangganya. Dia pun mengajak AD pulang, tetapi dilarang oleh tetangganya.
"Kan itu enggak benar kan. Dia itu kan mau sekolah, masa kita enggak boleh ajak pulang," ucapnya.
Pasangan suami istri kompak mengaku kalau mereka tidak merasa nyaman dengan tetangga di sekitar rumah karena dianggap terlalu ikut campur.
Sebelumnya juga diberitakan bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah membuat laporan polisi atas tindakan orangtua yang menelantarkan lima anaknya di Polda Metro Jaya, yaitu L (10), C (10), AD (8), AL (5), dan DN (4).
"Yang melaporkan adalah warga dan kami, KPAI. Sementara ini kami laporkan atas dugaan tindak pidana penelantaran anak, perlakuan salah, kekerasan fisik dan psikis terhadap anak," tutur Sekretaris Jenderal (Sekjen) Erlinda.
Dugaan tindak pidana itu diatur dalam Pasal 77 B Jo Pasal 76 B dan Pasal 80 Jo Pasal 76 C Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukuman dari pasal berlapis ini di atas lima tahun penjara.
Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw