TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Propam Polda Metro Jaya dan Propam Mabes Polri menyambangi LP Cipinang guna menginvestigasi, mengumpulkan data, sekaligus bertemu sejumlah terpidana kasus tuduhan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS), Kamis (4/6/2015).
Investigasi dilakukan untuk mengungkap dugaan penyiksaan terhadap terpidana pekerja kebersihan PT ISS, saat proses penyidikan polisi.
Investigasi tersebut berasal dari Propam Polda Metro Jaya yang dipimpin Kompol Aji Sucipta dan Propam Mabes Polri yang dipimpin AKBP
B. Halim. Propam menginvestigasi kasus ini setelah ada laporan keluarga terpidana kasus JIS ke Kompolnas dan Propam Polda Metro Jaya
pada Februari 2015 lalu. Mereka masuk ke Rutan Cipinang sekitar pukul 10.00 WIB dan keluar sekitar pukul 15.30 WIB. Namun tidak ada
pernyataan yang terlontar dari mereka usai pemeriksaan terhadap petugas kebersihan PT ISS tersebut.
Sejumlah tenaga kebersihan PT ISS diduga mengalami kekerasan oleh oknum polisi karena dipaksa mengaku sebagai pelaku sodomi terhadap
MAK, mantan murid TK JIS. Mereka adalah Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Syahrial, Zainal Abidin, Azwar, danAfrisca Setyani. Kecuali Afrisca,
semua tersangka disidik tanpa didampingi pengacara.
Bahkan Azwar meninggal dunia, diduga tidak kuat menerima siksaan. Polisi menyatakan Azwar diduga bunuh diri dengan meminum cairan pembersih di
toilet. Tetapi terdapat kejanggalan pada jenazah Azwar saat dikembalikan ke keluarganya.
Saut Irianto Rajagukguk, pengacara Agun Iskandar dan Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin mengatakan pihaknya mendukung proses
investigasi oleh Propam Polda Metro Jaya.
"Investigasi ini diharapkan dapat menyungkap kejanggalan demi kejanggalan kasus JIS. Jadi perlahan-lahan menjadi bukti bahwa klien kami tidak melakukan sodomi terhadap MAK. Mereka adalah korban dari penindasan aparat penegak hukum untuk dijadikan sebagai pelaku atas tuduhan tuduhan orang tua MAK tanpa pernah mengungkap motif dibalik tuduhan tersebut," jelas Saut kepada media, Kamis (4/6/2015), usai mendampingi kliennya menerima tim Propam Polda Metro Jaya dan Propam Mabes Polri.
Saut menegaskan, untuk mengungkap tuntas kasus dugaan penyiksaan ini, jenazah Azwar perlu diotopsi. Selama ini, polisi selalu menolak untuk
melakukan otopsi terhadap jenazah Azwar. “Dengan otopsi, fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi di balik kematiannya akan bisa terungkap
dengan jelas,” tandas Saut.
Sejumlah pihak juga menduga ada tindak kekerasan dalam proses penyidikan kasus ini. Komisioner Kompolnas, Andrianus Meliala
mengatakan perlunya investigasi untuk mengungkap kasus ini secara terang benderang. "Kita minta investigasi semuanya termasuk untuk
makam almarhum Azwar, harus digali untuk mencari bukti penyiksaan tersebut," kata Adrianus, kepada sejumlah media.
Anggota PP Muhammadiyah sekaligus Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, juga menegaskan, untuk almarhum Azwar, jika melihat dari fisik sebelum dimakamkan, maka kecil kemungkinan korban bunuh diri. Sebab ada bekas kekerasan di tubuh
Azwar yang tidak masuk akal jika yang bersangkutan melakukan bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai.
"Secara kasat mata, dari fisik sesuai foto yang saya terima maka kondisi almarhum Azwar bukanlah kondisi seseorang bunuh diri.
Pengalaman saya 15 tahun bergulat di dunia penelitian kriminal, terpaksa harus saya simpulkan Azwar bukanlah bunuh diri," jelas
Mustofa.
Investigasi dan otopsi penting dilakukan, karena sejak awal, kasus tuduhan sodomi terhadap MAK memang terkesan sangat dipaksakan.
Investigasi bisa mengungkap, apakah kasus ini murni kekerasan seksual, ataukan ada motif uang di baliknya.