News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Sedih dari SMAN 19 Jakarta

Penulis: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kunker Steven Setiabudi Musa Ke SMAN 19 - Tampak Steven SM (nomor dua dari kiri) bersama Kepala Sekolah SMAN 19 Drs Emanuel Hari Wahyana dan Wakepsek Lukman Effendi, di halaman depan kompleks sekolah

TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Anggota Komisi E DPRD DKI Jaya Steven Setiabudi Musa sudah sering  melakukan kunjungan kerja ke sekolah-sekolah.

Karena berkaitan dengan bidang-bidang yang dibawahinya, yakni kesra yang antaranya menyangkut pendidikan, Steven Setiabudi Musa perlahan namun pasti semakin mengetahui berbagai permasalahan yang berhubungan dengan  pendidikan--kebutuhan paling mendasar dan prioritas bagi setiap manusia.                                                             

Pada setiap kunjungan kerjanya ke sekolah-sekolah itu, Steven Setiabudi Musa yang fungsionaris PDI-P itu senantiasa mendapatkan 'pencerahan' baik dari orangtua murid, wakil komite sekolah, dan tentu saja dari perwakilan sekolah itu sendiri, baik kepala sekolah atau guru-guru yang selalu dimintanya untuk jangan sungkan bertanya.

Beragam masukan, saran, dan keluhan-keluhan yang disampaikan mereka dalam setiap kesempatan itulah yang membuat Steven Setiabudi Musa menjadi kian memahami betapa kompleksnya persoalan pendidikan.

Dari kompleksitas persoalan itu, kebutuhan akan sarana dan prasarana pendidikan yang baik tetaplah nomor satu. Itulah yang harus diutamakan.

Itulah pula yang disampaikan Steven Setiabudi Musa dalam pertemuannya dengan kepala sekolah dan perwakilan guru-guru SMAN 19, Jakarta Barat, Selasa (30/6).                                   

"Gedung sekolah ini jelas harus direhab, direvitalisasi. Saya akan perjuangkan apa yang memang seyogyanya pantas bapak-bapak dan ibu guru dapatkan," ungkap Steven Setiabudi Musa kepada kepala sekolah SMAN 19 Drs Emanuel Hari Wahyana , MM, Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana & Prasarana Lukman Effendi dan belasan guru yang mencurahkan keprihatinannya.                             

Steven Setiabudi Musa kemudian meminta kepada dua pejabat dari Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat yang menyertai kunjungannya untuk segera membuat surat permohonan agar dapat dilakukannya renovasi terhadap bangunan sekolah ini, terutama yang sangat mendesak dibagian belakang, yang langsung berbatasan dengan permukiman warga.                     

"Mungkin bisa diupayakan dari dana Anggaran Belanja Tambahan. Untuk rehabilitasi lebih menyeluruh harus memakai dana dari APBD tahun 2016, yang baru bisa diajukan bulan Oktober atau November nanti," jelas Steven Setiabudi Musa, yang lama mengabdikan dirinya sebagai wartawan di Harian 'Suara Pembaruan'.                                     

KESEDIHAN & TANGIS

Agak berbeda dengan kunjungan kerjanya ke beberapa sekolah sebelum ini, dari silaturahminya dengan perwakilan SMAN 19 ini Steven Setiabudi Musa lebih dari sekadar menghimpun keluhan, akan tetapi bagaimana ia menjadi tempat curahan kesedihan dan tangisan.                         

Beberapa guru, khususnya wanita, memang tak kuasa menahan cucuran air matanya saat memaparkan cerita dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mereka di sini.                                           

"Kalau lagi banjir,  sekolah harus diliburkan, sebab ketinggian air dari buangan Banjir Kanal Barat dan kali-kali yang ada di sekitar bisa mencapai 80 cm hingga satu meter," papar seorang guru SMAN 19.     

Gedung SMAN 19 berada dalam satu bangunan dengan lima institusi pendidikan lainnya, yakni SDN 01, SDN 02, SDN 03, dan SMPN 63.

Satu lagi adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Namun, khusus TK dikelola tersendiri, yakni oleh Yayasan Jaya Karya, dari mandat berupa surat yang diberikan oleh Gubernur DKI (waktu itu) Ali Sadikin pada 1974.                                 

Kompleks sekolah yang terletak di Jalan Perniagaan no 31, Tambora, Jakarta Barat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Gedung yang telah berusia 114 tahun itu sungguh tak layak dipandang sebagai kompleks institusi pendidikan jika merujuk pada peranan pentingnya pada sejarah dan  perjalanannya yang sedemikian panjang.

Sejak dibangun pada tahun 1900, dan mulai dimanfaatkan pada 1901, belum pernah dilakukan perbaikan menyeluruh pada bangunan tersebut.                                                   

Kompleks sekolah yang berada diatas lahan 5800 m2 ini sudah sangat rentan, rawan ambruk. Apalagi, sebagian gedung berlantai 4, khususnya yang dipakai untuk SMAN 19. Di lantai 4 tersebut dibuat lapangan voli dan basket.

Ada juga ruangan perpustakaan dan ruangan untuk latihan band.  Di sudut ruangan perpustakaan ini teronggok perangkat UPS (uninterruptible power supply)  senilai Rp 5,8 miliar yang menghebohkan itu. Bukan cuma itu.

Ada juga perangkat printer 3 dimensi senilai Rp 5,4 miliar, dari donasi Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakbar. Bantuan lain yang diberikan ke sekolah ini adalah sebanyak 16 whiteboard elektronik yang harga satuannya sekitar Rp 160 juta, serta perangkat teknis di aula utama yang harganya konon Rp 900 juta.

"Total keseluruhan nilai dari perangkat itu sekitar Rp 21 miliar," kata Wakil Kepsek Lukman Effendi.       

Sayangnya 'modernisasi' diluar perkiraan yang diterima SMAN 19 ini terasa kontras jika dibandingkan dengan kondisi bangunan yang sangat memprihatinkan. UPS itu juga tak pernah dipakai sejak diberikan, terongggok saja di sudut perpustakaan di lantai 4.                                                     

"Lantai 4 ini juga dimanfaakan untuk upacara-upacara sekolah," kata Adriani (57), guru Kimia.               

Mungkin karena struktur dan fondasi bangunan yang sudah rapuh, maka jika sedang dilakukan kegiatan olahraga di lantai 4 itu, langsung berpengaruh ke ruangan-ruangan di bawahnya, yang bergetar dan dikhawatirkan bisa runtuh.                                             

Kualitas bangunan yang sudah memprihatinkan ini ditambah lagi dengan tata ruang yang jauh dari memenuhi syarat. Untuk menuju beberapa ruangan kelas di bagian belakang harus melalui jalan keluar masuk yang lebih menyerupai gang dengan lebar sekitar setengah meter, yang berkelok-kelok mirip labirin.     

Kenyataannya juga, itulah juga jalan keluar-masuk satu-satunya, dari bagian depan ke bekakang atau sebaliknya. Tak ada jalan keluar masuk lainnya, sebab gedung sekolah ini sudah dihimpit rumah-rumah penduduk dan pusat perniagaan.

Karena itu, jangan membayangkan jika terjadi suatu musibah, misalnya kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik, atau adanya atap yang runtuh karena kondisi bangunan yang rapuh.           

Padahal, kompleks sekolah ini secara keseluruhan menampung sekitar 2300 murid, belum lagi ratusan guru.           

"Kita tidak ingin membayangkan yang tidak-tidak, tetapi yang jelas ini sungguh mencemaskan. Bagaimana jika ada kejadian yang tak diinginkan sementara secara bersamaan ada sekitar 3000 orang di kompleks sekolah ini?" ungkap Steven Setiabudi Musa.                           

Di sisi lain, kelangkaan ruang kelas mengakibatkan pemakaian ganda untuk sejumlah ruangan. Misalnya ruangan laboratorium kimia dan fisika yang sekaligus dipakai untuk kegiatan belajar biasa, sehingga dipenuhi lemari dan kursi-kursi.

Kondisi ruangan lab kimia dan fisika yang masing-masing berukuran 12 X 12 meter dan letaknya saling bersisian ini jauh dari kesan menarik. Ruangan lab kimia meski sedang tidak dipakai menguarkan bau amoniak yang sangat menyengat.                                               

"Tahun 2006 saya pernah pingsan karena tidak tahan kena uap amoniak dari ruangan lab kimia itu. Saya sampai dirawat tiga hari di RS Tarakan," papar Ibu Farida (57) guru Bahasa Indonesia yang melakukan kegiatan mengajarnya di lab fisika, seraya terisak. tb

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini