TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Riuh suara mesin gerinda terdengar di Pasar Grosir Batu Akik Nusantara, di Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta, Jumat (7/8/2015). Sekitar belasan mesin gerinda untuk memotong dan membentuk batu akik terlihat berjejer rapi di area tersebut, beberapa orang tampak asyik memotong dan menggosok batu pesanan pembeli.
Ya, di pasar ini penggemar batu akik bisa langsung membeli dan mengolah bongkahan batu akik. Area pasar ini dibagi menjadi dua area, yaitu area yang menjual bongkahan batu dan area untuk mengolah atau mengasah batu.
Pasar yang berdekatan dengan Jakarta Gems Center ini bisa menjadi lokasi pilihan bagi pemburu akik yang ingin membeli secara grosir, baik per bongkahan atau per kilogram.
Aput, salah satu pedagang batu akik, telah berjualan di pasar ini selama tujuh bulan. Pria yang tinggal di Kwitang ini mengaku sudah mulai bersentuhan dengan batu akik sejak 1988. Dari situ dia mulai berdagang akik.
"Kalo ditanya mengenai tren harga, ya sejak pertengahan bulan puasa harganya mulai turun. Contoh aja, batu pancarwarna kualitas super, dulu harganya bisa Rp 10 juta per kilogram, sekarang turun jadi Rp 3 juta per kilogramnya," kata Aput.
Aput berpendapat, turunnya harga disebabkan penggemar batu akik mulai pilih-pilih dalam membeli. Tidak semua jenis batu akik dibeli.
"Gak kayak awal-awal masyarakat latah, gak pake mikir belinya. Dulu awal-awal populer saya bisa dapat Rp 12 juta dari menjual akik. Sekarang mereka mulai pikir dan pilah-pilah jenis batu," kata Aput lagi.
Masih diburu masyarakat
Pasar batu akik di Rawa Bening menjadi kawasan yang kerap didatangi pemburu batu akik karena di pasar ini hampir seluruh batu di Nusantara ada. Sebut saja bacan dari Maluku, giok Aceh, red borneo dari Kalimantan, labrador Papua, hingga Pancawarna Edong dari Garut.
Lengkapnya jenis batu menyebabkan Rawa Bening masih "diserbu" masyarakat. Bahkan, selain menjual akik, pedagang juga menjual berbagai aksesori, seperti cincin dan alat untuk mengilapkan batu.
Kondisi ini membuat pedagang optimistis batu akik tidak akan bernasib seperti ikan louhan dan tanaman gelombang cinta yang kepopulerannya sesaat dan kini tenggelam. "Saya sudah menggemari akik sejak 1988, dan batu akik masih bertahan sampai sekarang", tutup Aput. RODERICK ADRIAN MOZES