TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang tingkat penyerapan anggarannya termasuk paling rendah yakni 19,4 persen dari sekitar Rp 69 triliun.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menyebut rendahnya tingkat penyerapan itu disebabkan sejumlah hal.
Kepada wartawan di Istana Bogor Jawa Barat, Senin (24/8/2015), Djarot menyebut salah satu permasalahan yang membuat penyerapan DKI Jakarta rendah adalah di sektor pelelangan. Sistem e-budgeting yang baru diterapkan, membuat pengusaha kaget dan ketakutan.
"Di pelelangan, itu masih agak lambat dan terus hambatannya mereka kaget dengan sistem e-budgeting, ketakutan," kata Djarot.
Tahun 2014 lalu penyerapan DKI Jakarta kata dia mencapai 60 persen. Ia mengatakan tingkat penyerapan tahun ini, tidak bisa diharapkan bisa setinggi tahun lalu, karena perbedaan keadaan.
Salah satu yang menyebabkan penyerapan tidak bisa setinggi tahun lalu, adalah konflik antara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta.
Di antara keduanya tidak ditemukan kata sepakat soal Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD). Alhasil Pemprov DKI harus menggunakan APBD 2015.
Proses tersebut memakan waktu berbulan bulan. Tahun lalu anggaran bisa dieksekusi pasa bulan April, sedangkan dari konflik Gubernur dengan DPRD, menyebabkan anggaran baru bisa dieksekusi bulan Agustus.
"Harus ingat, bahwa pergub (dikeluarkan) bulan April, sekarang bulan Agustus, berarti maksimal empat bulan," ujarnya.
Ia memastikan Pemprov DKI Jakarta akan bekerja maksimal, untuk mendongkrak penyerapan.
Djarot mengaku yakin penyerapan tinggi bisa dicapai. Pasalnya Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan, agar kepala daerah lebih dilindungi dalam mengeluarkan kebijakan soal anggaran.