TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas dua guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong, dari penjara beberapa pekan lalu.
Mantan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ramelan SH menilai, putusan itu menunjukkan bahwa bukti-bukti yang digunakan dalam putusan pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Selatan, sangat lemah dan dipaksakan.
Menurutnya, putusan Pengadilan Tinggi pasti telah mempertimbangkan seluruh proses persidangan di tingkat pertama, apakah telah dilakukan sesuai ketentuan atau tidak.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi pasti telah memeriksa apakah bukti-bukti yang digunakan selama proses persidangan di pengadilan pertama telah ada dan didukung keterangan saksi dan keterangan ahli.
"Bila putusannya membebaskan terdakwa, hal itu menunjukan kalau pembuktian (di pengadilan pertama) tidak jelas, tidak sesuai ketentuan dan lemah," kata Ramelan dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (24/8/2015).
Menurutnya, sudah tepat bila hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menganulir putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk kasus dua guru JIS karena pembuktiannya lemah dan cermat.
Salah satu kelemahan lain di kasus tersebut adalah pengajuan tuduhan tanpa disertai saksi fakta yang melihat langsung kejadian. Tidak ada saksi dan bukti yang memperkuat peristiwa sodomi seperti yang dituduhkan tersebut benar terjadi.
"Padahal dalam hukum acara pidana, saksi yang melihat itu sangat penting," kata Ramelan.
Diketahui, tanggal 14 Agustus lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membebaskan Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong dari vonis 10 tahun yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menilai putusan pengadilan PN Jaksel tidak cermat dan tidak matang dalam pembuktian.