TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pasangan Rani Suntika (18) dan Dedy Junaedi (19) berusaha menjual anak mereka karena kesulitan uang untuk membayar uang bersalin mereka.
Dedy yang berprofesi kernet angkutan umum di wilayah Jakarta Barat ini, bersama Rani datang ke rumah saksi pertama, yakni Sulistiana alias Lilis, di Jalan Bakti VIII, RT 006/006, Cilincing, Jakarta Utara, pada 11 September 2015 lalu sekitar pukul 22.00 WIB.
Kedua pasangan ini datang ke rumah Lilis bertujuan untuk meminjam sejumlah uang. Kepada Lilis, dikatakan Susetio, pasangan muda tersebut meminta untuk mencarikan calon yang bakal merawat anak laki-lakinya tersebut.
"Jadi, tujuan utamanya, kedua pasangan ini bingung karena tak punya biaya persalinan yang diketahui senilai Rp 7 juta. Alhasil, Lilis langsung menghubungi saksi kedua, yakni Latifah Mony," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Susetio Cahyadi.
Pria yang akrab disapa Setio ini menjelaskan, saksi kedua yang kediamannya berlokasi di Asrama Polri Cilincing, RT 06/07, Blok E, Cilincing, Jakarta Utara, juga menghubungi saksi ketiga, yakni Lisnawati alias Neti di Asrama Cilincing Blok X, RT 04/07, Cilincing, Jakarta Utara.
Mendengar hal itu, Neti langsung menghubungi saksi keempat, yakni Haryono, seorang karyawan swasta di Jalan Kelapa Dua, RT 09/03, Cilincing, Jakarta Utara. Diketahui, saksi keempat tersebut belum dikaruniai anak selama 8 tahun.
Sekitar pukul 16.00, pasangan tersebut bersama Lilis mendatangi rumah Neti dengan membawa anak yang masih berumur satu bulan, bersama surat kelahiran anaknya dari rumah sakit. Lalu, jelas Susetio, Rani dan Dedy, menunggu Haryono yang bakal merawat anaknya tersebut di rumah Neti.
"Lalu tiba seorang wanita tak dikenal mendatangi rumah Neti yang dimana wanita itupun membantu membuat surat penyataan dan kwitansi penggantian uang bersalin senilai Rp 2 juta, sedangkan sisanya senilai Rp 5 juta yang nantinya akan dibayar pada November 2015 mendatang. Kemudian, tersangka menerima uang itu.
Menurut Setio adanya praktik pengadopsian ilegal itu diketahui dari mulut ke mulut, hingga terdengar ke telinga anggotanya.
"Sehubungan adanya informasi dari mulut ke mulut, terkait berpindahnya hak asuh terhadap anak dari satu orang ke orang lain. Informasi itu terdengar hingga ke telinga anggota kita. Sehingga dari kasus tersebut, polisi masih menetapkan dua tersangka, sementara terhadap para saksi masih dilakukan pemeriksaan.
Ia mengaku menangkap pasangan muda itu lantaran anak secara ilegal yang tidak melalui persidangan.
"Untuk si pengadopsi anak tersangka, juga dapat ditahan karena turut berusaha adopsi anak itu secara ilegal, atau tidak sesuai prosedur. Akibatnya tersangka dikenakan undang-undang No. 35 tahun 2014 pasal 83 tentang perlindungan anak. Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun. (Panji Baskhara Ramadhan)