TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komunitas pecinta masakan berbahan baku daging anjing di Jakarta merasa terancam. Perintah Gubernur Jakarta untuk menyelidiki penjualan daging anjing guna mengatur perdagangan daging ini membuat para pengawas mengelilingi sejumlah restoran di ibukota.
Tidak ada peraturan tentang konsumsi daging anjing di Indonesia dan masakan ini adalah masakan populer di kalangan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di Jakarta.
Namun Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, telah memerintahkan penyelidikan di tengah kekhawatiran adanya penyebaran penyakit seperti rabies.
Di pasar Pasar Senen, Jakarta Pusat, sebuah depot menjual kari anjing.
"Saya menggunakan sereh, lengkuas (jahe), kemangi, bawang merah -itu saja. Kemudian dagingnya ditumis sampai menjadi lebih lembut," ujar Rosline, sang tukang masak.
Pemilik depot, Manuasa, tersinggung oleh kunjungan beberapa karyawan Dinas Peternakan Jakarta, yang menanyainya tentang bagaimana dan dari mana ia mendapatkan daging anjing tersebut.
"Mereka menanyakan saya dari mana anjing itu berasal dan apakah ia membawa penyakit, lalu saya bilang, 'Saya telah makan ini sejak masih kecil, nenek moyang kami juga makan ini, tapi mereka tak sakit'," tuturnya.
Ia meneruskan, "Kami hanya makan satu jenis anjing. Kami tak makan anjing peliharaan atau anjing polisi, hanya anjing jalanan, yang diurus dengan baik dan bersih."
Tapi bagaimana Manuasa mengetahui anjing yang ia makan dan sajikan kepada pelanggan itu bebas penyakit?.
"Kami bisa melihat saat anjingnya disembelih. Kami bisa melihat apakah anjing itu bersih atau tidak, kami tak membeli yang kotor. Saya melihatnya dipotong, saya sering menyembelihnya sendiri," ujar Manuasa.
Peraturan tentang daging anjing dianggap sensitif
Pengawas ternak mengatakan, anjing-anjing itu bersumber dari lokasi terdekat, meskipun tak ada rumah jagal.
Sri Hartari adalah inspektur kepala yang melakukan sidak di Pasar Senen.
"Kami ingin menjaga Jakarta bebas rabies - kami telah bebas dari rabies sejak tahun 2004," katanya.
Tapi ketika ditanya apakah penjualan daging anjing harus diatur, ia sangat berhati-hati dengan kata-katanya.
"Saya tak bisa mengatakan apa-apa, ini sangat sensitif," kata Sri.
"Mengkonsumsi daging anjing adalah bagian beberapa budaya di sini jadi kami harus sangat berhati-hati. Kami tak melegalkan atau melarangnya, kami masih berpikir, bagaimana menghindari rabies, kami perlu pemikiran lebih lanjut tentang hal itu," sambungnya.
Anjing disalurkan dalam kondisi mengenaskan
Karin Frankem, dari organisasi ‘Jakarta Animal Aid Network’, telah menyelidiki perdagangan daging anjing selama 18 bulan terakhir.
Ia mengatakan, sebagian besar anjing untuk konsumsi berasal dari Jawa dan kemudian dipindahkan ke seluruh negeri, dengan ribuan dari mereka mengalami kondisi yang mengenaskan.
"Truk-truk ini pergi dari kota ke kota dan mereka mentransfer 40 sampai 50 anjing pada satu waktu, mereka semua saling bertumpukan," tuturnya.
"Ketika mereka tiba di lokasi, misalnya Jogja (Jogjakarta), Solo atau Jakarta, beberapa anjing sudah mati, beberapa masih hidup, itu benar-benar cukup mengejutkan," sambungnya.
Tapi ia mengatakan, daging anjing itu populer, sehingga kampanye untuk melarang mengkonsumsinya harus bergerak perlahan.
"Kami perlu bersabar juga karena kami baru saja memulai kampanye ini sekitar setahun yang lalu dan kami perlu terus mencari data dan berkomunikasi dengan Pemerintah tentang mengapa kami harus menghentikan perdagangan daging anjing," utara Karin.
Bagi aktivis pecinta anjing, kamanye ini harus menjadi pendekatan yang lembut dan perlahan, karena meyakinkan pecinta daging anjing bahwa regulasi ini dibutuhkan akan menjadi perjuangan yang berat.