Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta Efdinal membantah laporan Indonesian Corruption Watch ke Mahkamah Kehormatan Kode Etik BPK RI.
Dalam laporan itu, ICW menyebut Efdinal berusaha mencari keuntungan dengan menawarkan lahan sengketa kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Mendengar hal itu, Efdinal dengan tegas membantahnya, dan tidak pernah sama sekali membeli lahan di tengah area Tempat Pemakama Umum Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
"Saya tidak punya lahan di sana. Itu bukan punya saya. Itu milik masyarakat. Punya tiga orang di empat lokasi," ujar Efdinal saat dihubungi, Kamis (12/11/2015).
Keterlibatannya, ujar Efdinal, terkait sengketa lahan diawali kedatangan tiga pemilik lahan kepadanya pada sekitar 2005.
Saat itu Efdinal masih berstatus staf di BPK. Lanjut Efdinal, tiga orang yang mendatangi Efdinal penduduk sekitar TPU Pondok Kelapa yang lahannya diurug Pemprov DKI pada 1990-an.
Ternyata ketiga orang itu, belum dibayar persoalan ganti ruginya, "Masalahnya itu sudah berlangsung 15 tahun," ujar dia.
Efdinal mengatakan hanya ingin membantu ketiga orang tersebut, yang jelas bahwa mereka sah memiliki lahan.
Buktinya, ketiga orang itu memiliki bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, bukti pengukuran dari Dinas Penataan Kota dan Badan Pertanahan Nasional.
"Jadi, saya hanya membantu mereka. Saya menolong supaya mereka mendapatkan haknya. Sementara dokumen yang menjadi acuan Pemprov DKI justru justru mencantumkan keterangan lahan di lokasi yang berbeda,"ujar Efdinal.
Sebelumnya ICW melaporkan Kepala BPK DKI Jakarta karena diduga menyalahgunakan wewenangnya, yakni memanfaatkan tanah sengketa demi mengeruk keuntungan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Lahan itu letaknya di tengah area Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
"Kami melaporkan EDN karena melanggar kode etik, menggunakan wewenangnya sebagai pejabat BPPK. Pertanyaannya, kenapa EDN berani mengambil resika beli tanah 9.618 meter persegi, padahal tanah itu masih sengketa," ujar Divisi Investigasi ICW Febri Hendri