TRIBUNNEWSBOGOR.com - Beragam cara dilakukan untuk mengais rezeki, baik itu dengan jalan halal maupun haram.
Salah satunya yang sering ditemui adalah kasus pengemis yang berpura-pura buntung atau cacat agar dikasihani oleh publik.
Nah, aksi pengemis nakal ini terbongkar belum lama ini dalam video yang diunggah Dinas Sosial DKI melalui laman Facebook mereka.
Sepintas, pengemis berbaju kuning, bercelana panjang dan mengenakan peci itu tampak benar-benar mengalami 'kekurangan' pada tubuhnya.
Siapa nyana, ketika dibentak pegawai Dinas Sosial, pengemis tersebut ternyata menyembunyikan kaki kirinya di sela celana.
Di depan peliput dan petugas, si pengemis ini memperagakan caranya melipat kaki demi mengelabui para pengendara.
Seperti terlihat di video, kaki kiri pengemis itu ditekuk ke belakang. Betis dan telapak kakinya menempel di bokong.
Setelah itu dia pun mengenakan celana. Voila! Dengan cara ini, pengemis tersebut pun terlihat buntung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun TRIBUNNEWSBOGOR.com, pengemis tersebut bernama Tyar, usianya 18 tahun.
Dia digaruk di kawasan Gunung Sahari, tepatnya di Simpang Bungur, Senen, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/11) malam.
Pura-pura buntung, raup Rp 5 juta per hari
Sehari setelah Tyar digaruk, petugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Dinas Sosial kembali menemukan seorang pengemis bermodus yang sama.
Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta, Khaidir mengatakan, pengemis yang berupura-pura kakinya buntung itu bernama Aris Stianto (27), warga Jalan Galur, Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.
Aris diamankan petugas saat mengemis di Jalan Gunung Sahari Raya, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada Sabtu (15/11) petang.
Tampak sekilas, pria kelahiran Boyolali, 2 Mei 1988 itu terlihat lemah dengan cacat kaki serta berpakaian kotor dan lusuh.
Namun, sesaat hendak diamankan petugas, suami dari Ratih itu diungkapkannya, terlihat sehat dan bugar, kaki kiri yang terlihat buntung pun ternyata hanya modus Aris untuk mendapatkan simpati masyarakat.
"Yang bersangkutan mengaku sudah mengemis sejak tahun 2008, alasannya karena menganggur. Dia juga mengaku tidak malu, karena dianggapnya mengemis adalah profesi juga. Hal ini yang harus dirubah, karena itu dia akan menjalani rehabilitasi di PSBI (Panti Sosial Bina Insan-red)," jelasnya.
Upaya rehabilitasi dan pembinaan tersebut ditujukannya untuk merubah pola pikir dan kemandirian Arif.
Apalagi diketahui jika aktivitas mengemis sudah dilakukan sejak lama dengan penghasilan yang menggiurkan yakni berkisar Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per hari atau mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per bulan.
"Pola pikir ini yang harus kita rubah, karena dia mengaku dari mengemis pendapatnya cukup besar sampai dia bisa mengontrak rumah di sekitar Tanah Tinggi, Jakarta Pusat seharga Rp 350.000 sebulan," jelasnya.
Terkait penemuan kasus tersebut, dirinya pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah tertipu dengan pengemis beragam modus, seperti berpura-pura buntung, membawa bayi ataupun balita ataupun modus lainnya.
Karena, lewat pemberian tersebut, masyarakat secara tidak langsung mendukung akan adanya praktek tersebut.
"Jika masyarakat ingin berbagi, bisa disalurkan kepada lembaga resmi dan terdaftar, sehingga niat baik tidak dimanfaatkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan. Karena apabila masyarakat memberi di jalan, artinya masyarakat mendukung adanya eksploitasi anak dan mengajarkan mereka untuk malas," ujar Chaidir.
BERIKUT VIDEONYA