Tribunnews.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memaparkan dampak penolakan DPR RI atas pembangunan apartemen D10 atau kampung atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Bila kampung atlet batal dibangun, puluhan ribu warga miskin di wilayah ibu kota batal mendapatkan hunian di rusun.
"Dampaknya bukan ribuan lagi, tapi puluhan ribu orang. Itu ya kalau kita bisa bangun 7.000 unit saja di situ, bisa ada 7.000-an kepala keluarga (KK) dapat hunian di rusun," kata Basuki Balai Kota, Jumat (4/12/2015).
Sebagai informasi, kampung atlet itu rencananya terdiri atas 5.494 unit yang berdiri di atas tujuh gedung.
Usai digunakan untuk menampung atlet peserta Asian Games 2018, rusun dengan perabotan setara hotel bintang tiga itu akan dijadikan hunian warga Jakarta.
Oleh karena itu Basuki tak habis pikir dengan sikap DPR RI yang tidak mendukung Pemprov DKI membangun rusun bagi masyarakat berekonomi rendah (MBR).
Seharusnya, lanjut Basuki, DPR tidak mengizinkan Pusat Pengelolaan Kompleks (PPK) Kemayoran membangun bangunan komersil di sana.
Pembangunan rumah susun di Kemayoran merupakan instruksi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sehingga aset lahan di Kemayoran dialihkan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Tak hanya itu, Pemprov DKI juga akan mengubah fungsi lapangan golf menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan lapangan sepak bola.
"Main golf satu hari hanya 30 orang. Tapi kalau bikin 10 lapangan sepak bola di situ, yang main bisa 220 orang, itu belum pelatih dan pemain cadangan. Jadi aneh sekali menurut saya (penolakan DPR RI)," kata Basuki.
Selain itu, Pemprov DKI memerlukan banyak pembangunan rusun untuk menampung warga kurang mampu.
"Sekarang lihat saja yang tinggal di sungai, kalian lihat laporannya. Orang yang tinggal tanpa jamban saja di Jakarta hampir 30-40 ribu orang. Makanya aneh, kenapa enggak dikasih (izin)? Bangunnya juga bukan dari APBN, tapi dari APBD. Konyol saja menurut saya," kata Basuki.
(Kurnia Sari Aziza)