TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- "Aku ingin pulang kampung, tapi nomor kamarnya berapa, ya...?"
Status dalam halaman akun Facebook itu menjadi kalimat terakhir yang ditulis Tujimin (38), salah satu korban dalam tragedi kecelakaan KRL di Angke, Jakarta Barat, Minggu (6/12/2015).
Tulisan itu sekaligus menjadi kenangan terakhir yang diingat oleh adiknya, Suyanti (36).
"Saya enggak menyangka sama sekali kalau status itu menjadi pertanda kepergiannya," ucap Suyanti kepada Kompas.com di RSCM, Jakarta, Minggu (6/12/2015).
Metromini B80 jurusan Kota-Kalideres merupakan kendaraan terakhir yang ditumpangi Tujimin, sebelum ia menjadi korban dalam kecelakaan itu.
Suyanti bercerita, saat itu kakak lelakinya pergi untuk bekerja di salah satu tempat konveksi di kawasan Jembatan Lima, Jakarta Barat.
Seperti biasa, ia menggunakan angkutan umum Metromini B80 jurusan Kota-Kalideres. Namun, kendaraan itu kemudian terhantam oleh kereta listrik, dan terseret hingga ke peron stasiun.
Saat bercerita, Suyanti terlihat tidak menitikkan air mata. Namun, kesedihan tampak jelas terpancar dari wajahnya.
Dengan nada lirih, ia pun masih melanjutkan kisah Tujimin. Sang kakak merupakan sosok yang peduli keluarga, termasuk anak dan istrinya.
"Dia orangnya tanggung jawab dan rajin bekerja supaya bisa menafkahi keluarganya," ucapnya.
Tujimin, kata Suyanti, kini meninggalkan empat anak dari hasil perkawinannya dengan Siti Jubaedah. Keempat buah hatinya itu bernama Fikri, Fahri, Keisha, dan Raisha.
"Anak-anaknya masih kecil, Keisha dan Raisha masih batita, Fahri sekarang duduk di kelas III SD. Cuma Fikri yang dewasa, sudah 17 tahun," tutur Suyanti.
Sementara itu, Fikri mengaku amat terpukul dengan kepergian ayahnya.
"Enggak nyangka banget kalau Bapak akan pergi secepat ini. Rasanya baru kemarin ketemu," ujar Fikri dengan mata sembab.
Bagi Fikri, Tujimin adalah sosok bapak yang cinta keluarga.
"Ya memang, Bapak orangnya agak tertutup, tetapi saya tahu kok dia peduli sama saya dan adik-adik," tutur Fikri.
"Terima kasih Bapak, selamat jalan. Aku sayang Bapak," demikian kalimat terakhir yang ingin disampaikan Fikri, sebelum sang ayah masuk ke liang lahat. (Dian Ardiahanni)