“Dan kalau ada calon yang tidak melakukan, 99% dia akan kalah,” tandas Martin. Jadi kita tidak mengatakan Jokowi itu model, sebenarnya Jokowi itu error dalam statistik.
Hal ini diperparah juga dengan pembatasan alat peraga itu, rakyat makin buta dengan calon sekarang.
Menurut Martin, sebagian besar daerah yang politik uangnya tinggi, tidak lepas dari minimnya pengetahuan masyarakat terhadap calon kepala daerah.
Martin melanjutkan, kualitas demokrasi, tidak ada kaitan langsung antara pilkada serentak dan tidak serentak. Karena kualitas partai politik juga belum terlihat dengan baik.
“Praktik mahar politik masih terjadi di seluruh partai politik,” tandas Martin. Selain itu, demikian Martin, dari proses seleksi belum ada perubahan. Dari sisi penyelenggara, masih harus di upgrade sedemikian rupa.
“Karena konflik yang terjadi mayoritas terjadi karena penyelenggara pemilu yang tidak kompeten,” paparnya.
Dari sisi pendidikan politik, jelas Martin, apakah pilkada ini membuat kesadaran lebih baik, tidak juga.
Muliawan mengatakan Pilkada di 269 daerah ini dapat menjadi momentum yang baik.
”Infrastruktur politik kita sedang diuji saat ini,” kata Muliawan.
Ia mengajak masyarakat agar tetap optimis dalam menghadapi ujian yang luar biasa ini.
“Memang ada banyak kekurangan di sana sini, tapi jangan terlalu pesimis dengan mengatakan bahwa hal ini carut marut,” pungkas Muliawan.(*)