TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua ahli pengadaan pemohon dan termohon dalam praperadilan mantan Dirut Pelindo II RJ Lino secara mengejutkan dengan tegas menyatakan bahwa soal pengadaan merupakan hak direksi.
Saksi ahli pengadaan, Setiabudi yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada majelis hakim Udjianti menyatakan yang berwenang melakukan perubahan aturan adalah direksi, selama tidak bertentangan Peraturan Menteri BUMN yang menjadi pedoman direksi berwenang melakukan perubahan aturan.
“Direksi yang berwenang bahwa pengadaan tidak bisa ditunda lagi. Tidak ada lembaga lain yang menentukan kondisi mendesak. Yang berwenang untuk menentukan barang ini tidak bisa ditunda lagi atau darurat adalah direksi itu sendiri!” ungkap Setiabudi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Setiabudi bahkan menyatakan syarat utama pembelian pengadaan adalah harus bermanfaat bagi masyarakat untuk itu harga harus efisien atau murah sesuai syarat dan pada akhirnya menguntungkan.
“Sah-sah saja kalau murah, menguntungkan BUMN dan masyarakat," tuturnya.
Pernyataan Setiabudi sebagai saksi ahli KPK secara langsung mendukung pernyataan saksi ahli pengadaan Hermawan Kaeini yang sehari sebelumnya dihadirkan RJ Lino.
Saat itu Hermawan menegaskan masalah pengadaan khusus untuk BUMN atau BUMD dapat mengatur tata caranya sendiri sepanjang sumber dana bukan berasal dari APBN atau APBD.
Kesaksian dua ahli pengadaan pada sidang praperadilan ini menjadi jawaban atas pangkal penetapan status tersangka oleh KPK terhadap RJ Lino dalam kasus pengadaan 3 (tiga) unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tahun 2010.
Pengadaan QCC yang disebut KPK merugikan keuangan negara ternyata oleh pelaku industri pelabuhan Pontianak ditegaskan signifikan mempercepat pelayanan bongkar muat di pelabuhan tersebut. Bahkan Agustus lalu Presiden Joko Widodo memuji kualitas layanan pelabuhan tersebut.