TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berharap kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kemayoran, Jakarta Pusat dapat mempermudah aparat hukum untuk mengungkap kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) sampai ke akarnya.
Pria yang akrab disapa Ahok ini tidak mau menuding atau menyebutkan nama dan siapa pihak di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI yang 'bermain' dalam kasus UPS pada APBD P 2014 itu.
"Sepertinya sudah terungkap. Kita hari ini datang menjadi saksi dalam rangka mempermudah aparat hukum untuk mengungkapkan adanya sebuah keanehan di dalam pengadaan UPS," ujar Ahok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
Seharusnya, kata Ahok, pengadaan UPS tidak bisa masuk ke dalam APBD-P 2014.
Apalagi dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2014, pengadaan UPS tidak dimasukkan.
Ahok menjelaskan, setidaknya ada lima butir penganggaran demi peningkatan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017.
Yang pertama terkait pengamanan transportasi untuk penambahan anggaran peninggian jalan. Yang kedua antisipasi banjir, rob dan genangan.
Yang ketiga anggaran untuk lingkungan hidup. Yang keempat soal pelayanan publik dan yang kelima peningkatan kesehatan masyarakat.
Lanjut Ahok, tidak ada penganggaran demi peningkatan di bidang pendidikan.
"Dalam KUA-PPAS saja sudah tidak ada nomenklatur tentang pendidikan. Jadi bagaimana sekolah bisa mengusulkan?" ucapnya.
"Ada seseorang, ada tangan siapa yang mainin. Itu dinamika (anggaran) siluman tadi. Enggak ada yang mengaku. Saya kira tugas aparat yang buktikan, siapa yang main, siapa yang mengatur," tegas Ahok.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ahok memberikan kesaksian terkait kasus dugaan korupsi uninterruptible power supply (UPS) di Ruang Sidang Kartika II di lantai dasar Gedung Pengadilan Tipikor pada hari ini, Kamis (4/2/2016).
Untuk diketahui, soal kasus UPS Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah menetapkan empat tersangka.
Dua dari pihak eksekutif, yakni Alex Usman dan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Zaenal Soleman.
Alex diduga korupsi saat masih menjabat sebagai PPK di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta dan Zaenal saat menjadi PPK di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat.
Sedangkan dua tersangka lainnya dari pihak legislatif yang merupakan Anggota DPRD DKI dari Fraksi Hanura, Fahmi Zulfikar dan dari Fraksi Demokrat, Muhammad Firmansyah.
Alex Usman didakwa memperkaya diri dan orang lain serta korporasi dalam proyek pengadaan 25 UPS untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD P 2014.
Perbuatannya diduga merugikan negara berkisar Rp 81 miliar.
Beberapa pihak terkait sudah dipanggil untuk bersaksi pada kasus tersebut, yakni mantan Ketua DPRD DKI Ferrial Sofyan, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham "Lulung" Lunggana, Sekretaris Daerah DKI Saefullah, mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Lasro Marbun, dan lain-lain.