TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM membawa empat orang tahanan yang dititipkan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (11/2/2016) untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang.
Aksi keempat pelaku yakni TF, AET, W dan S mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian senilai Rp 167,8 miliar.
Kepala PPNS Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan, kejadian bermula saat petugas mencurigai tagihan listrik PT Wirajaya Packindo yang bergerak di bidang industri kertas.
Pasalnya, tagihan pabrik yang berada di Jalan Raya Sangego Bayur No 8 Pintu Air Sepuluh, Kelurahan Koang Jaya, Kecamatan Karawaci, Tangerang, Banten itu tidak semestinya untuk ukuran pelanggan dengan daya 18 MVA.
"Ternyata dengan bantuan keempat pelaku, pabrik tersebut melakukan pencurian dengan modus modifikasi pengkawatan untuk mempengaruhi pengukuran pada kwh meter," ucap Jisman, Kamis (11/2/2016).
Menurutnya, para pelaku yang berperan sebagai instalasir itu tidak dilakukan secara terus menerus.
Para pelaku, yang merupakan tenaga honorer PT PLN tersebut menjalankan aksinya pada malam hari.
"Tindakan itu dilaksanakan tidak terus menerus tapi hanya pada pukul 12 malam hingga pukul 6 pagi. Setelah itu dinyalakan lagi dan terus begitu secara berulang-ulang," katanya.
Ia menjelaskan akibat tindakan pencurian tersebut, PT PLN mengalami kerugian hingga mencapai Rp 167,8 miliar.
Jisman menuturkan para pelaku baru beberapa bulan beraksi supaya tagihan listrik PT Wirajaya Packindo tidak membengkak.
"Pengakuannya, mereka baru kali ini beraksi tapi teman-temannya yang lain dengan modus serupa sudah kita tangkap," katanya.
Selanjutnya para pelaku dijerat dengan Pasal 51 UU No 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Selain itu, PT Wirajaya Packindo yang melakukan tindakan ilegal akan dikenakan Tagihan Susulan (TS) senilai Rp 167,8 miliar sesuai dengan Keputusan Direktur PLN No 1486.K-I/DIR/2011. (Junianto Hamonangan)