TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana penertiban di Kalijodo tak hanya meninggalkan kesedihan bagi warga yang telah bertahun-tahun tinggal di kawasan itu.
Kesedihan juga turut dirasakan Muji (44), pedagang jamu yang sudah 20 tahun menjajakan dagangannya di kawasan itu.
Muji mengaku, ada rasa kehilangan lantaran ia telah mengenal warga Kalijodo sejak lama. Meski hanya berteman, dirinya telah menganggap pelanggannya di kawasan itu sebagai keluarganya.
"Dari anak-anak mereka kecil sampai gede, saya jualan di sini," kata Muji saat ditemui di Kalijodo, Jakarta Utara, Selasa (23/2/2016).
Ia menuturkan, dirinya biasa berkeliling kawasan yang terkenal dengan hiburan malamnya itu dua kali sehari, yaitu pagi dan malam hari.
"Pukul 08.00 keluar rumah, keliling ke tempat warga Kalijodo. Nanti pukul 12.00 WIB pulang ke rumah. Terus pukul 19.00 WIB balik lagi sampai pukul 20.30. Namun, saya jualannya di depan bar-bar situ," paparnya.
Muji berujar, kini dirinya harus mencari pelanggan jamu baru lagi di tempat lain agar bisa menghidupi kedua anaknya. Ia belum tahu ke mana akan menjajakan dagangannya.
Bagi dia, Kalijodo merupakan lokasi berdagang yang strategis. Per hari, ia bisa mengantongi pendapatan Rp 100.000 dari berdagang jamu.
Dengan beredarnya informasi tentang penertiban, omzetnya pun anjlok. Para pelanggannya kini mulai berkurang. Beberapa di antaranya telah meninggalkan kawasan Kalijodo. Yang lain sedang mempersiapkan diri untuk pindah ke Rusun Marunda dan Rusun Pulo Gebang.
"Ya... tetapi enggak apa-apalah. Mudah-mudahan keluar dari sini (Kalijodo) bisa dapat hidup yang lebih baik dan pekerjaan tetap," kata Muji. (Dian Ardiahanni)