TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan klinik hingga berkamuflase usaha lain tersebar di sejumlah titik kawasan Jalan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat.
Sejauh ini, polisi mengungkap ada sembilan klinik melakukan praktik aborsi ilegal di kawasan tersebut, diantaranya yang terletak di Jalan Cimandiri No 7 dan Jalan Cisadane No 19.
Namun, terbongkarnya praktik aborsi di klinik-klinik kawasan Jalkan Raden Saleh tersebut tidak mengejutkan warga sekitar. Sebut saja, Hendi (55).
"Yah saya nggak kaget lah. Ini bukan rahasia umum di sini sih, sebagian besar sudah pada tahu. Calo-calonya itu orang dalam sekitar sini juga, orang Jalan Raden Saleh II dekat pinggir kali sini," ujar Hendi di depan klinik Jalan Cisadane 19, Rabu (24/2/2016).
Pria yang telah 40 tahun tinggal di Jalan Cisadane itu menyebut ada tiga klinik di wilahnya yang diduga melakukan praktik aborsi ilegal. Sebagian besar sudah membuka praktik lebih 10 tahun.
"Klinik yang ini saja sudah 10 tahun lebih. Setahu saya sudah belasan tahun. Memang gila. Kira-kira sudah berapa nyawa janin yang dibunuh. Mungkin sudah seribuan nyawa lebih," ujarnya.
Menurutnya, untuk klinik di Jalan Cisadane 19 yang telah digerebek polisi kerap ramai tamu pada sore hari. Sebagian besar tamu menumpangi mobil. "Kebanyakan tamunya perempuan muda. Ada yang diantar sama ibunya, ada juga yang diantar laki-laki seumuran perempuannya, kemungkinan besar pacarnya," terangnya.
Setahu dirinya, ada sejumlah kelompok calo yang berperan mencari 'calon pasien' untuk klinik-klinik aborsi tersebut. Mereka disebar di beberapa titik tepi Jalan Raden Saleh.
"Biasanya calonya naik motor atau nongkrong di pos depan, mereka satu kelompok bisa tiga orang. Biasanya kalau mereka lihat ada pengemudi mobil jalan perlahan, salah seorang calo itu menggerakkan tangan seperti lambaikan tangan di samping pinggangnya. Kalau mobil calon pasien berhenti dan 'jodoh', si calo antar ke klinik," paparnya.
Di satu sisi Hendi mengapresiasi dan senang karena pihak Polda Metro Jaya berani membongkar praktik klinik aborsi ilegal di kawasan Jalan Raden Saleh, Cikini. Sebab, buatnya aborsi tersebut telah membunuh banyak nyawa manusia yang belum berdosa.
"Ini bagus, aborsi seperti ini kan namanya pembunuhan. Di agama manapun, pasti melarang aborsi seperti ini. Ini perbuatan dosa. Yang salah kan orang tuanya, kenapa anak tidak berdosa dibunuh seperti itu," ujarnya.
Di sisi lain, Hendi menyangsikan praktik aborsi di klinik-klinik tersebut tidak diketahui oleh polisi setempat. Sebab, adanya klinik-klinik yang melakukan praktik aborsi ilegal di kawasan Jalan Raden Saleh bukanlah menjadi rahasia umum dan diketahui sejumlah warga sejak lama.
"Selama ini belum pernah ada yang gerebek seperti ini. Mungkin saja ada oknum anggota yang 'main', dapat setoran. Jadi, setiap ada yang mau gerebek, diberitahu sama oknum itu," ujarnya.
Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Adi Vivid di lokasi kejadian mengatakan, terbongkarnya praktik aborsi ilegal di sembilan klinik kawasan Jalan Raden Saleh ini setelah timnya melakukan penyelidikan selama sebulan. Dua polwan dikerahkan untuk penyamaran sebagai pasien.
Dari dua lokasi utama kejadian, yakni di Jalan Cimandiri No 7 dan Jalan Cisadane No 19, ditemukan sejumlah barang bukti terkait praktik aborsi para pelaku.
Di antaranya, sejumlah uang jutaan rupiah, buku daftar pasien, 80 jarum suntik, 15 pembalut wanita, 9 gunting, 3 alat penahan rahim bentuk U, 5 buah besi alat kuret, 8 buah besi alat bantu aborsi, 4 buah besi alat pembersih mulut kelamin dan 1 kantung plastik berisi 1 gumpalan darah yang diduga janin.
Selain itu, juga ditemukan potongan tulang-belulang dari saluran air yang tersembunyi di balik lantai closet.
Saat ini, sudah 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. Mereka terdiri dari dokter, asisten dokter, pembuang janin, calo dan pemilik/pengelola klinik.
Adi Vivid membenarkan ada peran calo yang memasarkan secara langsung di beberapa tepi Jalan Raden Saleh. Menurut tersangka, sang calo mendapatkan jatah 40 persen dari kisaran biaya Rp3 sampai Rp6 juta untuk pasien yang melakukan aborsi.
"Saat saya pertama lidik ke depan Jalan Raden Saleh sini, saya naik mobil dan di-stop sama calo itu dengan gerakan tangan seperti begini (melambai). Yah, seperti calo 'vila-vila' di Bogor," ujarnya.