TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tracy Bantleman, istri dari terpidana kasus kekerasan seksual pada Anak di Jakarta Intercultural School (JIS) Neil Bantleman, membantah kabar bahwa Neil berniat kabur saat hendak dijemput pada kediamannya di Bintaro, Jakarta.
Dia menegaskan kepergian suaminya ke Bali bersama hanya untuk berlibur menjauhi kepenatan Ibukota Indonesia.
"Kami (Tracy dan Neil) memang sering melakukan perjalanan untuk berlibur. Tidak ada niat untuk kabur dari penangkapan," kata Tracy Bantleman dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Menurut Tracy, suaminya baru mengetahui hendak ditahan karena telah keluar putusan kasasi Mahkamah Agung dari pemberitaan.
Neil tahu hendak dikembalikan ke Lapas Cipinang.
Tracy mengakui sang suami memang sempat meminta perlindungan ke Kedutaan Kanada untuk Indonesia.
Setelah dari Kedutaan Kanada, Neil langsung berangkat kembali ke Jakarta untuk menyerahkan diri.
"Tiketnya untuk kembali ke Jakarta saja kami beli dengan uang sendiri," katanya.
Tracy menceritakan setelah mendapatkan kebebasan sesaatnya dari putusan banding, Neil memang sering melakukan perjalanan untuk berlibur.
"Kami liburan kemana-mana. Papua, Sumba, Rote, dan beberapa tempat lain di Indonesia," kata Tracy.
Neil Bantleman sempat diburu Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan karena tidak ada di kediamannya, Bintaro, Jakarta, ketika hendak dieksekusi.
Setelah ditelusuri, ternyata Neil berada di Denpasar, Bali bersama keluarga. Dia telah menyerahkan diri dan sudah sampai ke Lapas Cipinang pada pagi ini.
Kasus dugaan kekerasan anak pada sekolah yang dahulu bernama Jakarta International School, melibatkan guru berwarga negara asing. Neil Bantleman, warga negara Kanada, sedang Ferdinand Tjiong merupakan warga negara Indonesia.
Pada pengadilan tingkat pertama, keduanya telah divonis hukuman penjara selama 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, mereka mengajukan banding dan Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memutus dua guru tersebut bebas.
Menanggapi putusan bebas itu, Kejati DKI Jakarta mengajukan kasasi.
Menurut Candra Saptaji, Majelis kasasi yang dipimpin Altidjo Alkautsar, kembali menghukum dua guru asing tersebut dengan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.