TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 64 pengemudi ojek online diduga menjadi korban salah tangkap aparat kepolisian.
Untuk sementara, mereka berada di ruang Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya.
Sebagai upaya memberikan bantuan hukum, pihak LBH Jakarta melakukan pendampingan. Mereka meminta agar puluhan pengojek online itu dibebaskan.
"Adapun 64 pengojek online ditangkap tanpa alasan jelas. Kami merasa polisi salah tangkap. Bukan pelaku kekerasan hanya konvoi takut menjadi korban aksi kekerasan," tutur Aldo Felix, pengacara publik LBH Jakarta, di Mapolda Metro Jaya, Selasa (22/3/2016).
Polda Metro Jaya Amankan 59 Pengemudi Go-Jekpoldametrojaya.info - Selasa, 22 Maret 2016Jakarta - Pasukan Patroli...
Dikirim oleh Humas Polda Metro Jaya pada 22 Maret 2016
Dia menerima informasi penangkapan dari salah satu pengemudi ojek online. Mereka diamankan di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa sore.
Aparat kepolisian menangkap mereka karena diduga akan menyerang para peserta unjuk rasa dari Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) di depan Gedung DPR/MPR.
Namun, kata dia, pengemudi ojek online itu bergerombol hanya karena takut menjadi sasaran amuk massa. Kebetulan saat bergerombol ada sopir angkutan umum sehingga mereka diamankan aparat kepolisian.
"Pas jalan beramai-ramai ketemu sopir salah satu angkutan umum. Polisi mengira akan melakukan aksi kekerasan. Kalau lewat sendirian takut menjadi korban. Disalahpahami aparat penegak hukum. Sebaiknya dilepaskan segera," tambahnya.
Aksi unjuk rasa puluhan ribu pengemudi yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) dan Forum Komunikasi Masyarakat Penyelenggara Angkutan Umum.
Para peserta aksi melakukan aksi turun ke jalan menuntut pemerintah menutup aplikasi angkutan online yang menggunakan mobil plat hitam. Aksi unjuk rasa ini akan berlangsung di depan gedung DPR dan Istana Merdeka pada Selasa (22/3/2016) sekitar pukul 10.00 WIB-18.00 WIB.