TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masjid Luar Batang merupakan masjid bersejarah di Wilayah Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Di masjid terdapat makam Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus atau Habib Luar Batang yang meninggal pada 24 Juni 1756.
Masjid tersebut dibangun Habib Husein yang merupakan seorang ulama asal Yaman untuk kepentingan oenyebaran agama islam.
Kini masjid tersebut menjadi sebuah bangunan bersejarah dan masuk dalam cagar budaya Pemprov DKI Jakarta yang berada di kawasan Sunda Kelapa.
Masjid tersebut memiliki dua aula besar, aula dalam dan aula luar.
Masing-masing aula tersebut memiliki 12 tiang pancang, yang dijumlahkan menjadi 24.
Konon, menandakan jumlah jam dalam satu hari, 12 jam siang dan 12 jam malam.
Di samping aula luar, terdapat sebuah ruangan yang merupakan lokasi makam Habib Husein dan muridnya, Haji Abdul Kadir.
Masjid Keramat Luar Batang yang berdekatan dengan pasar ikan, sudah mengalami renovasi tiga kali.
Sekretaris Pengurus Masjid Keramat Luar Batang, Mansyur Amin menuturkan renovasi yang dilakukan bukanlah dari uang Pemerintah Daerah.
"Renovasi terakhir pada 1992. Itu jelas semua dirubuhin diganti total dengan bangunan modern, pembangunan masjid ini tidak menggunakan uang Pemda, tapi dari uang pribadi, teman, dan kerabat kami selama dibangun," kata Mansyur saat ditemui di sekitar Masjid Kramat Luar Batang, Rabu (13/4/2016).
Perihal renovasi tersebut yang mengubah bentuk bangunan aslinya, Mansyur menjelaskan pihaknya sudah menolak rencana tersebut sebelumnya.
"Itu juga yang kami kritisi cukup lama sampai saya sempat dulu bersitegang dengan pak Fauzi Bowo karena saya memprotes bahwa ini sebuah bangunan cagar budaya, peninggalan yang dilindungi Undang-Undang dan ada aturan mainnya, kok diubah jadi bangunan modern," tutur Ketua Sunda Kelapa Heritage ini.
Ia mengaku pada saat itu pihaknya tidak bisa berbuat banyak.
"Selain komplain kita nggak bisa buat lebih dan lagian ini sudah terjadi," ujarnya.
Ia meluruskan bahwa Fauzi Bowo hanya menambah area perkantoran, aula, dan lorong masjid.
"Yang benar-benar berubah drastis saat gubernur Wiyogo Atmodarminto, saat 1992 itu. Pak Fauzi Bowo hanya menyelesaikan apa yang sudah jadi," ujarnya.
Malam Jumat Kliwon
Sejarah panjang masjid tersebut mampu menyedot perhatian peziarah yang berasal dari berbagai daerah.
Jumlah peziarah yang datang ke Masjid Keramat Luar Batang bisa mencapai ribuan per minggu.
Jumlah peziarah yang datang dalam satu hari mencapai ratusan orang, tetapi angka tersebut akan melonjak pada waktu-waktu tertentu seperti jumat kliwon.
"Terlebih saat malam Jumat Kliwon, seperti besok nih. Rombongan bisa datang puluhan bus yang tiap kegiatan ada seribu orang," ungkap Mansyur kepada tribunnews.com, Rabu (13/4/2016).
Masjid Keramat Luar Batang juga menyediakan tempat bagi musafir yang datang berkunjung.
Yurike Budiman/Tribunnews.com
Peziarah yang mengaji di depan makam Habib Husein di Masjid Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara
"Ada tempat untuk musafir yang memang punya jangka waktu yang jelas misalnya tiga hari atau satu minggu. Tempatnya di Aula Dapur, karena di sini ada dua aula, yang satu lagi aula utama khusus acara," ujarnya.
Ia juga mengatakan beberapa hari lalu ada musafir yang datang sebanyak 15 orang dari Bogor.
"Itu semua dijadwalkan satu minggu dan mereka tidur di aula tersebut, kalau ada musafir yang hingga bertahun-tahun di sini ya terserah mereka mau tidur dimana," lanjutnya.
Pengalaman Spiritual
Keberadaan makam keramat yang sudah lebih dari dua abad di sana, membuat sebagian orang khususnya pengurus masjid, memiliki pengalaman baik secara batin atau fisik.
Kepada Tribunnews.com, Mansyur Amin selaku sekretaris Pengurus Masjid, menceritakan pengalaman yang paling ia ingat setelah menjadi pengurus masjid Keramat Luar Batang.
Menurutnya air yang berasal dari sumur di Masjid Luar Batang sangat kencang.
Kebetulan suatu ketika PDAM yang mengairi rumah Amin mati sehingga kesulitan air.
Ketika ia sedang mengisi air di masjid tersebut, dirinya berdoa kepada Allah agar air dirumahnya mengalir deras seperti air yang berada di Masjid Luar Batang.
"Ya Allah ya Rabb tolong di rumah saya air hidup karena air mati dan bukakan pintu Rizki hamba sebagaimana kencang dan derasnya air yang mengalir ini," tutur Amin berdoa saat itu.
Setelah mengisi air di masjid, lantas ia pun pulang ke rumah dan menghidupkan air di rumahnya, ternyata doa yang ia panjatkan dikabulkan Allah.
"Alhamdulillah begitu pulang saya hidupkan air, kolam atas dan bawah penuh, tapi tetangga beritahu air itu gak keluar sama sekali," ungkapnya.
Menurutnya meskipun ada kuburan di masjid yang dijaganya, bukan berarti berdoa meminta terhadap yang menghuni kuburannya.
Tetapi tetap dalam memanjatkan doa permintaannya kepada Allah. Sehingga menurutnya tidak ada istilah mistik.
"Nggak ada istilah mistis karena kan kita bukan perdukunan, kalau kita kan bermunajat kepada Allah, dilarang meminta kepada kuburan, doa ya di Masjid, ngaji di makam," tuturnya.
Lain hal dengan Nining, seorang ibu asal Purworejo yang ditemui Tribunnews.com saat setelah mengaji di makam.
Ia mengatakan setelah adanya penggusuran Pasar Ikan yang berada tak jauh dari Luar Batang, ia merasa terpanggil untuk mendatangi Masjid tersebut.
"Saya sedih lihat foto di media, saya bukan warga sini tapi saya ikut merasakan. Daerah ini jangan sampai kena gusur juga, nanti bisa kena tulah. Saya bisa lihat ke depannya bagaimana kalau diteruskan," ujarnya.
Nining mengaku dirinya mempunyai pengalaman spiritual di Masjid Keramat Luar Batang setelah lebih dari tiga kali mengunjunginya.
Ia juga menyarankan agar hati dan pikiran selalu sejalan.
"Kalau mau sukses dan dijauhi dari yang jahat, hati dan pikiran harus sejalan, mbak," ujarnya.
Bukan Tempat Wisata
Ketua Sunda Kelapa Heritage, Mansyur Amin tidak sepakat dengan rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ahok berencana akan membangun kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, menjadi tempat wisata bahari dan religi di sekitar Masjid Luar Batang.
"Saya gak sepakat religi itu dibilang wisata, karena religi itu kan keagamaan, Anda ziarah dan naik haji, itu bukan wisata. Kalau dibilang ini tempat wisata salah kaprah," ujar.
Yurike Budiman/Tribunnews.com
Salah satu spanduk yang berada di masjid Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ia menyebutkan pemerintah boleh sebut sebagai cagar budaya karena bangunan kuno dan harus dilindungi.
"Boleh sebut bangunan cagar budaya tapi tidak sekonyong-konyong ini diartikan sebagai situs wisata. Sama halnya dengan Borobudur, sekarang kesakralan hilang padahal itu kan untuk tempat beribadah. Ini Masjid bukan mal," ungkapnya.
Masjid dan kampung merupakan satu kesatuan.
Sehingga tidak ada gunanya sebuah masjid bila disekitarnya tidak ada masyarakat.
"Masjid tidak ada gunanya kalau tidak ada masyarakat, begitu juga masyarakat juga akan tersesat jika tidak ada masjid. Orang yang berziarah juga sebagai cerminan bahwa kita akan mati dan berharap bisa memberi manfaat bagi orang lain," katanya. (Kompas.com/ Tribunnews.com/ Yurike Budiman)