TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek reklamasi Teluk Jakarta akhirnya tidak berlanjut alias dihentikan.
Keputusan tersebut disepakati dalam rapat kerja (Raker) antara Komisi IV dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Baik Susi dan Komisi IV setuju proyek pembuatan 17 pulau tersebut dihentikan.
"Komisi IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah c.q Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses pembangunan proyek reklamasi pantai teluk Jakarta," kata Wakil Ketua Komisi IV yang juga bertindak sebagai pemimpin Raker, Herman Khaeron.
Komisi IV, kata Herman memerintahkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk berkoordinasi dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Raker Komisi IV dengan KKP memang concern terhadap proyek reklamasi yang tersangkut masalah hukum.
"Komisi IV meminta (KKP) untuk berkoordinasi dengan pemerintah DKI Jakarta, jangan sampai tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Herman.
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai langkah Komisi IV dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menghentikan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta sudah tepat.
Menurutnya, reklamasi yang bermasalah memang harus dihentikan.
"Kalau menurut saya, apa yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan sudahlah tepat. Reklamasi ini harus dihentikan," kata Fadli.
Wakil Ketua Umum partai Gerindra itu menuturkan, reklamasi di pantai utara Jakarta tidak dipungkirinya memiliki banyak masalah yang belum selesai.
Dia mencontohkan masalah analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) belum selesai dan saat ini proyek reklamasi tersebut juga tersangkut masalah hukum.
"Dia (Ahok) ini memerintah kayak dagang saja. Ini kan bukan dagang," ujarnya.
Pengembang Rugi Besar
Pembatalan dua rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait reklamasi pantai utara Jakarta menimbulkan kerugian bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pengembang.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan memang belum merinci angka pastinya.
"Belum dihitung. Yang jelas investasinya sudah cukup besar," ujar Saefullah.
Perda menjadi acuan kebijakan pembangunan di atas pulau.
Artinya, ketika perda belum sah, seluruh pembangunan di atas lahan terbentuk harus berhenti.
Sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bisa menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) kepada para pengembang.
IMB baru bisa diterbitkan kalau Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Perda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZPW3K) disahkan.
"Kalau pengembang mau urus izin (IMB) ya urus saja. Nanti kalau perdanya sudah terbit, ya izinnya terbit, baru pengembang boleh bangun," kata Saefullah.
Menurut Saefullah pengembang yang menjual unit atau produk mereka di pulau reklamasi tidak memiliki aturan hukum untuk membangun apa pun di pulau reklamasi setelah pembahasan revisi Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta pengesahan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZPW3K) dihentikan oleh DPRD DKI Jakarta.
"Enggak boleh itu (pengembang jual unit). Mereka akan dikejar-kejar sendiri oleh konsumen dan polisi, dengan pasal penipuan," kata Saefullah.
Meskipun demikian, lanjut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum menerima laporan mengenai pengembang mana yang sudah menjual unitnya.
Saefullah juga tidak menjawab ketika ditanya wartawan perihal sanksi yang akan diberikan kepada pengembang, yang tetap membangun dan menjual unit hunian di lahan hasil reklamasi.
"Sekarang-sekarang ini kami sudah menyegel Pulau C dan D, karena di sana sudah ada pembangunan sebelum ada izinnya. Dinas P2B sudah beri peringatan, SP 1, SP 2, SP 3, segel sementara, dan sekarang sudah segel permanen," kata Saefullah.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati sebut dua Raperda untuk mendorong, serta membangun kawasan ekonomi berskala dunia.
Pemprov DKI Jakarta berniat menambahkan kewajiban kepada pengembang dalam salah satu pasal.
Kewajiban itu dalam tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual.
"Kontribusi tambahan itu untuk revitalisasi daratan utara Jakarta khususnya dan daratan Jakarta pada umumnya. Tidak tertutup kemungkinan juga untuk membantu mereka yang ingin tinggal di dalam pulau tapi tidak bisa membeli atau menyewa rumah di pulau tersebut," ujar Tuty.
Salah satu pengembang di proyek reklamasi Jakarta, Pluit City dari PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land mengaku penjualannya terpengaruh keputusan penghentian proyek reklamasi.
Sesuai rencana, Pluit City akan menempati reklamasi Pulau G.
Lokasi tersebut persis berada di belakang Baywalk Mall, Penjaringan, Jakarta Utara.
Dalam perbincangan dengan salah seorang staf, disebutkan bahwa Pluit City masih dalam tahap perencanaan.
Saat ini Pluit City baru menginventarisasi beberapa peminat.
Penjualan belum dilakukan karena belum adanya kejelasan soal zonasi, yang dibahas dalam rencana peraturan daerah (raperda).
"Sekarang masih dalam tahap perencanaan dan belum sampai penjualan," kata salah seorang staf, Ve.
Ve melanjutkan, perusahaannya bukan tipikal penabrak birokrasi. Ia mengungkapkan, semua aturan harus jelas sebelum ada penjualan.
"Karena kita enggak mau jual kalau belum ada IMB (izin mendirikan bangunan), kecuali kalau Raperda sudah beres, kan dia atur zonasi dan tata ruang tuh. Nanti kalau sudah, kita launching langsung. Kalau sekarang ini belum," kata Ve. (kompas.com/,Tribunnews)