TRIBUNNEWS.COM - Emil Salim, seorang guru besar, mantan Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto serta pengamat ekonomi mendukung penuh reklamasi di pantai utara Jakarta.
Hal ini berbeda dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya yang menentang keras adanya reklamasi tersebut, Senin (18/4/2016).
Kenapa Emil Salim mendukung reklamasi?
Alasannya secara geografis, pulau Jawa Utara bisa menjadi pelabuhan tersibuk seperti Singapura.
Emil memaparkan di 2030, pelabuhan di Singapura sudah penuh.
Hal itu bisa dimanfaatkan oleh Jawa Utara dengan adanya reklamasi menyambut perdagangan yang berasal dari Samudra Hindia dan Pasifik.
"Kalau ada reklamasi, nanti Jawa bisa menjadi Singapura kedua," ujar Emil di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Emil memaparkan kapasitas pelabuhan Singapura terbatas. Jika tidak cepat dimanfaatkan, maka kesempatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor perdagangan dan perkapalan akan terus digarap negara tetangga.
"Kok kita tidak manfaatkan. Singapura lahannya terbatas, bayangkan 2030 babak belur penuh sesak Singapura," kata Emil.
Dalam membangun reklamasi, Emil meminta pengembang properti yakni Podomoro jangan menggunakan karang yang berasal dari pulau Seribu untuk menambah tanah.
Menurut Emilm cara efektif tanpa harus merusak sumber daya alam memakai lumpur
"Muncul Podomoro, dia menggali karang kepulauan Seribu untuk menambah teluk itu. Jangan kau ambil karang, kau ambil lumpur dari sungai, sungai mengalir," kata Emil.
Emil menambahkan, tanah bekas lumpur dari sungai-sungai akan terus bertambah.
Sedangkan untuk menahan air laut yang naik harus dibuatkan tanggul di wilayah lahan reklamasi.
"Laut naik, lumpur harus turun, bangun tanggul di laut, Sea Wall, supaya air laut tidak naik, tidak menahan lumpur masuk ke kolam Jawa," papar Emil.
Menteri Siti menolak
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, saat ini sudah ada indikasi awal bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta merusak lingkungan.
Hal tersebut disampaikan Siti saat rapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016) seperti dikutip dari Kompas.com.
"Indikasi awalnya sudah ada, seperti hilangnya air bersih gimana, sedimentasi gimana, obyek vital di situ terganggu atau tidak," kata Siti.
Dengan indikasi awal ini, lanjut Siti, Kementerian LHK berhak turun tangan mengawasi proyek reklamasi Teluk Jakarta sesuai Pasal 73 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal tersebut menyebutkan menteri dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Kita ketemu petani nelayan sudah ada indikasi awalnya," kata dia.
Atas dasar ini, Siti mengaku akan mengeluarkan keputusan menteri untuk menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Siti meminta dokumen perencanaan terkait kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) harus segera diselesaikan jika proyek reklamasi ini hendak dilanjutkan.
"Untuk saat ini, kita hentikan sementara, nanti selanjutnya bisa dibekukan, atau paling berat izinnya bisa kita cabut," ucap Siti.
Keputusan untuk menghentikan sementara reklamasi Teluk Jakarta ini pun dijadikan kesimpulan rapat antara Komisi IV dan Kementerian LHK.
Ahok ingin reklamasi jalan terus
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelumnya menekankan bahwa ia tidak akan menghentikan proyek reklamasi.
Namun, ia menyatakan bahwa proyek reklamasi bisa saja dihentikan jika ada class action atau gugatan perwakilan.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar pihak-pihak yang menolak proyek reklamasi untuk mengajukan class action.
"Ada yang tanya, reklamasi diteruskan apa enggak? Saya mau terus."
"Sekarang kalau ada class action bagaimana? Class action saja batalinnya, jangan (lewat) saya," kata Ahok di Balai Kota, Selasa (12/4/2016) pagi.
Menurut Ahok, banyak pertimbangan yang mendasarinya untuk tak mau menghentikan proyek reklamasi.
Pertimbangan pertama, kata dia, proyek reklamasi memiliki dasar hukum yang jelas, salah satunya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Oleh karena itu, Ahok menganggap, menghentikan reklamasi sama saja dengan melanggar hukum.
Menurut dia, pelanggaran hukum bisa menyebabkan seorang kepala daerah diturunkan dari jabatannya.
"Kalau kamu batalin, kira-kira mereka PTUN (gugat) gue, enggak? Kalau PTUN kalah, Pemprov harus membayar gara-gara gue batalin."
"Kira-kira DPRD pecat gue enggak gara-gara alasan rugikan Pemprov? Pasti dipecat gue," ujar Ahok.