TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan gratifikasi guna memuluskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait reklamasi di Teluk Jakarta pernah disebut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif sebagai kasus "grand corruption,".
Menurut Laode, banyak pihak yang terkait dugaan penyuapan kepada anggota DPRD DKI Jakarta.
"Tentakelnya banyak," kata Laode dalam konferensi pers usai Operasi Tangkap Tanggan terkait suap reklamasi di KPK, Jumat (1/4/2016).
Tersangka perkara ini, Mohamad Sanusi tidak menutup kemungkinan untuk menjadi justice collaborator guna menguak seluruh oknum dalam suap reklamasi.
"Kami akan lihat perkembangannya," kata Kuasa hukum Sanusi, Krisna Murti di KPK, Senin (18/4/2016).
Meski demikian, Krisna mengaku pembahasan timnya belum sampai ke arah itu.
"Dalam pembahasan tim kami, sejauh ini belum bahas sampai ke sana," katanya.
Kasus dugaan gratifikasi ini bermula setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan Anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, dan Personal Asistant PT. Agung Podomoro Land (PT. APL) Trinanda Prihantoro pada Kamis (31/3/2016) silam.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 1,14 miliar yang diduga untuk memuluskan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Dua Raperda tersebut saat itu tengah dalam tahapan pembahasan di Badan Legislasi Daerah DPRD DKI Jakarta.
Pada kasus ini, selain dua orang yang tertangkap tangan, KPK juga menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land ( PT APL) Ariesman Widjaja sebagai tersangka.