TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim kuasa hukum terdakwa Yulianus Paonganan alias Ongen yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra, dalam ekesepsinya menyampaikan, banyak kesalahan prosedur atau melanggar KUHAP atas perkara melanggar Undang-Undang (UU) Pornografi dan ITE yang didakwakan kepada kliennya.
Salah satunya kesalahan prosedur (error in procedure) itu, di antaranya, tidak diperkenankannya Ongen didampingi kuasa hukum saat penyidikan.
Padahal, ancaman hukuman terhadap Ongen di atas 5 tahun penjara.
Pakar hukum Margarito Kamis mengatakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus hati-hati dalam menyidangkan pekara ini.
Jika penyidikan tidak sesuai KUHAP, maka harus mengabulkan eksepsi Ongen.
"Keharusan Ongen harus didampingi pengacara karena ancamannya lebih 5 tahun, harus dipenuhi. Kalau tidak, maka pemeriksaan tersebut tidak sah. Ini harus jadi catatan hakim untuk menerima eksepsi Ongen," kata Margarito kepada wartawan, Sabtu (30/4/2016).
Atas hal tersebut, Margarito optimistis majelis hakim akan menerima eksepsi terdakwa Ongen dan tim kuasa hukumnya.
"Tidak mungkin hakim akan memakai hukum di luar yang sudah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP," ujarnya.
Margarito berharap jika eksepsi ditolak berarti membenarkan kekeliruan.
"Jika hakim menolak eksepsi, ini sangat buruk. Berarti mengiyakan kekeliruan," katanya.
Sementara itu pakar hukum pidana dari Universitas Tadulako Palu, Prof Zainudin Ali mengatakan, hakim harus menerima eksepsi Ongen.
Tidak boleh membenarkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyidik polisi dan jaksa.
"Hakim PN Jakarta Selatan harus netral, katakan benar jika ini benar. Keputusan hakim ini adalah benteng pencari keadilan," kata Prof Zainudin Ali.