Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek reklamasi Teluk Jakarta membuat pendapatan nelayan menurun drastis.
Dampaknya, nelayan pun berganti profesi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Ada yang cuma di rumah, ada kuli bangunan, pemulung, buruh atau ikut ke kapal besar. Kapal kecil sudah tidak bisa digunakan lagi," kata Anggota Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke, Yudi Zakaria, di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (22/5/2016)
Ia mengatakan area tangkap nelayan Muara Angke semakin berkurang.
Hal tersebut dikarenakan ikan telah menghilang disekitar area reklamasi.
Selain itu, Kualitas air pun keruh.
"Air keruh, ditabur jaring pun enggak ada ikan. Pendapatan turun dratis. Ada yang nyebrang pindah perairan ke Sumatera yakni Lampung," tutur Yudi.
Nelayan harian, kata Yudi, menggunakan perahu berukuran 2-3 GT.
Mereka tidak bisa berpindah ke perairan Sumatera.
Sedangkan kapal berukuran 30 GT tidak bisa merapat ke Pelabuhan Muara Angke karena kandas saat memasuki area reklamasi.
Padahal, keuntungan lebih besar didapat bila nelayan tersebut menjual ikan di Pelabuhan Muara Angke ketimbang Cirebon.
"Pemasaran di Jakarta jauh lebih luas," tuturnya.
Yudi mengatakan proyek reklamasi membuat nelayan kecil semakin terjepit.
Biaya untuk melaut bertambah.
Biasanya, mereka hanya membutuhkan 20 liter solar, tetapi karena adanya pulau reklamasi maka perahu mereka membutuhkan 20 sampai 40 liter solar karena jarak yang jauh.
Waktu melaut ikut berubah.
Awalnya mereka berangkat subuh dan pulang pada sore hari.
"Sekarang berangkat subuh, pulangnya subuh lagi," katanya.
Yudi menuturkan banyak jenis ikan yang telah menghilang dari perairan Muara Angke seperti Kerapu.
Ikan Kembung masih bisa didapatkan disekitar Pulau C dan D.
"Paling masih dapat ikan mata belo, ukurannya kecil. Udang sudah lama tidak ada," katanya.