Laporan Wartawwan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penjajah dari negri Belanda telah berjasa untuk mengembangkan kota yang saat ini bernama Jakarta.
Sejarahwan dari Universitas Indonesia (UI), JJ Rizal mengatakan di era penjajahan, kota Jakarta yang dulunya bernama Batavia itu dibangun dengan semangat kolonialisme.
Pada saat itu orientasi pembangunan adalah mengekedepankan kaum penjajah dan para pemodal, dan pada saat yang bersamaan mengabaikan keberadaan rakyat kecil.
JJ Rizal menyebut orientasi pembangunan Jakarta berubah setelah Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1945. Presiden RI pertama, Sukarno, adalah salah satu penggagas pembangunan berorientasi kerakyatan.
"Menurut Bung Karno Jakarta adalah kota baru, walaupun dia berlokasi di sebuah kota lama warisan dari kota koloial yang namanya Batavia, roh kota koloial harus dirombak,"ujarnya dalam diskusi di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2016).
Jakarta sejak saat itu dibangun dengan semangat proklamasi, yang salah satu unsur utamanya adalah kemanusiaan.
Semangat tersebut diterjemahkan dengan memanusiakan semua penduduknya, termasuk rakyat kecil yang tinggal di ibukota.
Konsep kemanusiaan itu diterapkan Bung Karno dalam pembangunan stadion yang kini bernama Gelora Bung Karno, yang pembangunannya dimulai pada tahun 1960 untuk menyambut Asian Games ke empat di Jakarta.
Di tanah di mana kini berdiri stadion tersebut, terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Kebon Kelapa.
Kampung tersebut membentang dari mulai wilayah di mana kini dibangun stadion, komplek parlemen hingga lapangan tembak. Bung Karno turun langsung dalam merelokasi warga.
Presiden pertama RI itu meminta bantuan seorang tokoh betawi bernama Haji Muntako, yang dikenal Bung Karno karena ia berlangganan susu sapi dari sang tokoh Betawi.
Ia meminta bantuan Haji Muntako, untuk difasilitasi agar bisa berkomunikasi dengan warga Kampung Kebon Kelapa.
"Bung Karno datangi Kamp Kebon Kelapa dan bicara dan memohon dia bilang saya butuh tanah bapak-bapak, mereka setuju digusur, tapi tanahnya akan diganti, pohonnya juga diganti, pohon berbuah harganya beda dengan yang tidak berbuah, mereka dipindah ke Tebet," jelasnya.
Kini menurutnya Jakarta telah kembali ke titik semula, menjadi kota kompeni.
JJ Rizal menilai saat ini Jakarta dikelola persis sebuah perusahaan multi nasional, dimana oerientasi pembangunannya adalah materi, dan untuk kepentingan pemodal-pemodal besar.
"Kota benar-benar telah kehilangan ide, yang muncul adalah kota Batavia, kota kompeni, rakyat dianggap hama, kaum Marhaen tidak punya tempat di kota ini," jelasnya.