Tribunnews.com/Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok geram dengan penggusuran yang diperintahkan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi.
Ahok mengatakan Anas salah gusur rumah warga.
Ahok menuding Anas telah menjadi centeng atau suruhan orang.
Ahok kesal, penggusuran yang dilakukan Pemerintah Kota Jakarta Barat tanpa pertimbangan matang.
Ahok tengah mempertimbangkan untuk mencopot Anas dari jabatannya.
Sebab, tidak sedikit Ahok menerima pengaduan warga, bahwa wali kota telah melakukan tindakan kesewenang-wenangan.
"Jakarta Barat paling banyak masalah. Banyak laporan kepada wali kota, dia banyak main tanah, belain orang tidak benar lah. Kita lagi cari buktinya nih, paling pecat," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2016).
Sebetulnya, Ahok berniat untuk memecat Anas. Tapi, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pada Pasal 71 ayat (2) menyebutkan Gubernur dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
"Enam bulan sebelum pemilihan penetapan sampai sudah dilantik enam bulan tidak boleh dipecat," ucap Ahok.
Ahok tengah menginstruksikan stafnya untuk membuktikan Anas telah melakukan pelanggaran aturan. Sehingga, ucap Ahok, Anas bisa dipidanakan, bila terbukti salah.
"Kita mesti periksa, lagi suruh staf periksa. Nanti saja kalau dia masalah kriminal, kalau memang dia salah kita pidanain. Kalau pidana copot otomatis, pakai pelaksana tugas," imbuh dia.
Sebelumnya dua orang warga bernama Linarti Dewi Santoso (80) dan Andre (45) mengadu ke Ahok. Rumah mereka digusur oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat.
Rumah Linarti dan Andre yang dibongkar berada di Kerandang Utara, nomor 19 RT 12 RW 3, Tambora, Jakarta Barat. Mereka sebut Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi salah sasaran rumah yang digusur.
Andre mengatakan Anas sudah menjadi pengacara mafia tanah dan menjadi beking para pemodal.
"Rumah saya dibongkar tanpa putusan pengadilan. Di lahan tersebut bukan milik pemda DKI maupun jalur hijau. Pembongkaran dilakukan 26 November 2015," kata Andre.
Kepada wartawan Andre mengaku sudah lama melaporkan hal ini ke pejabat DKI seperti ke wali kota dan lurah setempat.
Namun Andre mengatakan tidak ada tindak lanjut.
"Sebelum pembongkaran saya sudah bicara dengan staf gubernur, Pak Ahok. Dia mengatakan kalau ada yang datang (mau membongkar) tunjukan SMS ini dan akan ditunda tiga bulan. Tapi pas hari H pembongkaran saya tunjukan SMS itu tidak ada yang mau lihat, pak lurah dan polisi," katanya.