TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai upaya mempererat tali silaturahmi dikalangan media massa dan memberikan informasi tentang perkembangan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar acara silaturahmi dengan para Pemimpin Redaksi (Pimred) media massa nasional yang tergabung dalam Forum Pemred.
Acara yang dihadiri Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, itu digelar di ruang Bimasena, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Senin (26/9/2016) malam. Acara silaturahmi tersebut juga dihadiri Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jenderal TNI (purn) Wiranto.
Dalam kesempatan tersebut Menko Polhukam juga memberikan gambaran kepada para pemred media massa nasional mengenai bagaimana bahayanya paham radikal terorisme yang terjadi saat ini agar bisa dicegah jangan sampai menyebar ke masyarakat yang dapat menganggu sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Di acara ini saya bersama dengan menko Polhukam ingin bertemu bersama teman-teman Forum Pemred ini untuk memberikan masukan gambaran situasi bagaimana radikalisme itu di Indonesia yang perlu mengedepankan unsur kewaspadaan,” ujar Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH di sela-sela acara tersebut.
Dikatakan mantan Kabareskrim Mabes Polri ini, perkembangan radikalisme saat ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatikan karena bukan saja pada variabel seperti kebodohan, kemiskinan atau kekecewaan. “Tetapi perkembangan radikalisme yang mengarah kepada terorisme ini sudah merambah ke tingkat kalangan intelektual dimana kalangan intelektual ini sudah mulai terpapar paham radikalisme,” ujarnya
Untuk itu dengan adanya pertemuan bersama Forum Pemred ini juga memberikan gambaran bagaimana mengantisipasi perkembangan dari pada narapidana tindak pidana terorisme termasuk juga fenomena Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang ada di Suriah mengenai bagaimana implikasi-implikasinya
“Karena kalau sampai mereka kembali ke Indonesia bagaimana kita harus bisa mengatasinya. Untuk itu kita sampaikan kepada forum Pemred ini sebagai salah satu peranan penting bagaimana mengemas berita terkait masalah terorisme ini jangan sampai pemberitaan itu nantinya malah menimbulkan sel-sel baru,” ujar pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan Kapolda Jawa Barat ini.
Jadi dalam pertemuan tersebut dirinya sangat berharap adanya pemahaman dari para pemimpin redaksi media massa nasional untuk bisa mengemas berita-berita yang terkait radikalisme secara bijak.
“Dalam artian media bisa memikirkan apa dampak ataupun implikasi dari pemberitaan yang berkaitan dengan kasus terorisme, Diharapkan beita yang ditampilkan bisa mereduksi radikalisme di Indonesia yang sangat multi player effeck,” ujar alumni Akpol 1985 ini.
Kepala BNPT juga memohon dukungan agar amandemen Undang-Undang Terorisme yang saat ini sedang digodok di DPR bisa memberikan payung hukum yang kuat dalam menangkal aksi-aksi terorisme yang terdeksi sejak dini agar bisa dilakukan penindakan.
“Karena selama ini kita sudah berhasil mendeteksi tetapi kami tidak bisa menindak karena payung hukumnya tidak ada karena mereka (kelompok terorisme) belum melakukan aksinya. Aparat baru bisa menindak setelah adanya kejadian. Untuk itu dalam amandemen Undang Undang terorisme ini hal-hal tersebut kita cantumkan,” ujarnya mengakhiri
Dalam kesempatan tersebut Kepala BNPT juga menampilkan beberapa video mengenai kejahatan aksi yang dilakukan kelompok radikal terorisme yang terjadi di Suriah, Indonesia dan lainnya. Dimana setelah melihat video tersebut para pemimpin redaksi seperti tersadar bahwa kejahatan terorisme baik yang ada di Indonesia dan di luar negeri sudah sangat mengkhawatirkan.
Sementara itu Menkopolhukan Jenderal TNI (purn) Wiranto dalam sambutan singkatnya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan BNPT dengan mengumpulkan para pemimpin redaksi media massa untuk dapat menyamakan persepsi dalam memberitakan masalah terorisme.
“Tentunya apa yag dilakukan BNPT ini sangat bagus untuk menyamakan persepsi tentunya dalam rangka memberitakan masalah terorisme dimana aksi-aksi dan perkembangan terorisme sudah sangat mengkhatirkan. Dan kami juga menapresiasi BNPT yang sudah menggandeng 17 Kementrian/Lembaga terkait untuk bersama-sama dalam penanggulangan terorisme,” ujar Wiranto.
Karena dalam melakukan pendekatan soft approch BNPT tidak dapat bekerja sendirian sehingga diperlukan kerjasama antar Kementrian/Lembaga terkait. “Contohnya pendekatan terhadap mantan napi terorisme dan keluarganya, tentunya diperlukan kerjasama antara instansi agar mantan napi terorisme dan keluarganya bisa mendapatkan perhatian agar tidak mengulangi lagi perbuatannya,” ujar mantan Panglima ABRI ini.