TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Korbid Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Nusron Wahid menilai Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama (Ahok) adalah tipikal pemimpin yang tanpa pamrih. Artinya, tindakannya sebagai pemimpin itu didasarkan pada kebutuhan perbaikan untuk ke depannya. Bukan berdasarkan keinginan dirinya pribadi.
Hal itu dikatakan Nusron Wahid menanggapi kebijakan Relokasi Bukit Duri Oleh Gubernur Ahok.
"Ahok terbukti seorang Gubernur yang tanpa pamrih. Buktinya, dia berbuat berdasarkan kebutuhan kekinian. Bukan keinginan. Dia memikirakan kondisi makro dan jangka panjang Jakarta, tanpa pernah berpikir tentang popularitas dan elektabilitas dirinya, menjelang Pilkada," kata Nusron, Kamis (29/9/2016).
Menurut Nusron, jika seorang pemimpin mengedepankan sikap jaga imaje (jaim) maka setiap hendak mmelakukan sesuatu selalu melihat faktor populis. Dia mencontohkan, seorang pemimpin jaim menjelang pemiluhan untuk menaikkan harga BBM saja tidak berani. Padahal itu kebutuhan fiskal untuk menyehatkan ekonomi. Tetapi nyatanya rata-rata pejabat takut dengan kebijakan yang tidak populis meski itu merupakan kebutuhan.
"Tapi Ahok memang lain. Kalau memang benar dan on the track dia lakukan. Tidak peduli dengan politisasi lawan politiknya," ujarnya.
Nusron mengatakan, setiap tokoh atau pemimpin memang mempunyai gaya masing-masing. Ada yang seminaris, fashionis (penampilan), dan ada juga yang action. Ahok ini, kata Nusron, masuk kategori yang action untuk mengejar legacy.
"Setiap pemimpin ada masa dan gayanya. Sebaliknya setiap masa ada pemimpinnya. Saya yakin model kepemimpinan aksi nyata yang dilakukan oleh Ahok inilah yang dibutuhkan masyarakat Jakarta saat ini. Sbb menyelesaikan masalah akut yang kompleks di Jakarta ini, butuh kepemimpinan yang proper, proven dan delivered, seperti yang sdh dilakukan Ahok," ujarnya.
Menyelesaikan masalah Jakarta, lanjut Nusron, tidak dibutuhkan sekedar jargon indah dan susunan mutiara kata yang filosofis. Apalagi dengan penampilan yang sekedar ganteng.
"Jakarta ya butuh kerja nyata, meski tidak populer. Daripada sok populis tapi tidak delivered dan masalah tidak teratasi," tegasnya
Jadi, menurut Nusron, upaya berbagai relokasi kampung kumuh di tanah milik publik, seperti Kalijodo, Luar Batang, Rawajati, Kampung Pulo dan Bukit Duri, merupakan langkah solutif yang harus dilakukan demi menyelamatkan rakyat yang lebih luas. Atas upaya itu, kata dia, seharusnya semua pihak justru wajib membantu memberikan pengertian kepada warga yang tinggal di tanah negara yang tidak seharusnya dijadikan pemukiman. Sebab, apa yang mereka lakukan selama ini, dapat menciptakan banjir.
"Kalau banjir ya kita semua yang repot. Ini yang harus disadarkan. Bukan malah dijadikan komoditi politik," pungkasnya.