TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sejumlah aparat Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya bertindak seperti reserse. Mereka menyamar dan mengintai Kantor Polsek Metro Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2016).
Sekitar pukul 19.00 WIB, setelah memastikan informasi yang diterimanya akurat, para anggota Propam itu segera melakukan penggerebekan.
Hasilnya, aparat Propam menemukan menemukan uang Rp 97 juta di meja kerja penyidik Polsektro Gambir.
"Kami menggeledah ruangan. Kami menemukan uang di meja kerja mereka," ujar Kepala Sub-Direktorat Pengamanan Internal (Subdit Paminal) Bidang Propam Polda Metro Jaya, AKBP Risto Samudra, kantornya, Rabu (19/10).
Risto menjelaskan, sebanyak empat anggota reserse Polsektro Gambir ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) itu. Mereka terdiri atas Iptu S dan tiga anak buahnya yakni Aiptu T, Aipda EB, dan Brigadir R.
Keempat anggota Unit Reserse dan Kriminal Polsektro Gambir itu diduga memeras Anto, pelaku penyalahgunaan narkoba. Mereka meminta uang hingga Rp 300 juta agar Anto bebas dan proses hukumnya tidak dilanjutkan.
Risto juga menemukan fakta bahwa Iptu S tidak memiliki surat perintah penyelidikan. "Tak ada surat perintah penyelidikan, saya sudah bongkar-bongkar ruangannya," ungkap Risto.
Padahal, kata Risto, apapun yang akan dilakukan oleh penyidik harus sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan anggota reserse di lapangan segera melapor ke atasannya.
Risto menduga Kapolsek Gambir, AKBP Ida Ketut, teledor dalam memastikan anak buahnya menjalankan SOP. "Ini berarti teledor, soalnya tak menjalankan SOP nya yang benar," tambahnya.
Risto menjelaskan, penggerebekan di Mapolsek Gambir bermula dari informasi yang diterima Bidang Propam Polda Metro Jaya tentang dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan anggota reserse Polsektro Gambir. Anggota Propam kemudian melakukan penyelidikan hingga akhirnya melakukan OTT.
Menurut Risto, beberapa waktu lalu, Iptu S dan anak buahnya Anto di Diskotek Crown, Tamansari, Jakarta Barat. Anto ditangkap atas tuduhan memiliki 20 butir pil ekstasi. Namun, Iptu S dan anak buahnya menawarkan kebebasan bagi Anto asalkan ia menyediakan uang Rp 300 juta.
Anto kemudian menghubungi keluarganya. Pada Selasa malam, kakak Anto, berinisial M, datang ke Mapolsektro Gambir membawa amplop besar berisi uang Rp 97 juta. Uang tersebut diterima langsung oleh Iptu S.
Risto mengatakan, keluarga Anto tidak memiliki inisiatif menyuap Iptu S. Menurutnya, kasus ini adalah pemerasan. Keempat anggota reserse Polsek Gambir itu memeras Anto dan minta uang Rp 300 juta. Namun keluarga Anto tidak memiliki dana sebesar itu sehingga menawar hingga disepakati pada angka Rp 97 juta.
"Kasus ini motifnya memeras. Keluarga merasa diperas, keluarga tidak ada inisiatif menyuap," kata Risto.
Menurutnya, aksi tidak terpuji empat anggota Polsektro Gambir tersebut membuat keluarga Anto tertekan. "Keluarga tertekan sampai minjem-minjem (uang,-red) di tempat lain," ujar Risto.
Terpisah, Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes John Turman Panjaitan menyatakan, pihaknya belum menyidik kasus narkotika yang semula ditangani penyidik Polsektro Gambir. Turman menyatakan para pihak yang terkait kasus tersebut masih diperiksa penyidik Bidang Propam Polda Metro Jaya.
"Sedang diperiksa Propam, nantinya diteruskan ke Direktorat Kriminal Umum. Tentu akan dipidanakan dan sanksinya dipecat," ujar Turman kepada wartawan, Rabu (19/10).
Sampai Rabu sore, keempat oknum polisi tersebut masih diperiksa. Penyidik sedang menggali informasi apakah pemerasan terhadap pelaku narkotika itu untuk kepentingan pribadi atau atas perintah dari atasan. "Apakah kemauan pribadi atau perintah atasan, itu masih didalami Paminal Propam," kata Turman.
Penangkapan empat penyidik Polsektro Gambir merupakan bagian dari perang melawan pungli di tubuh Polri yang dicanangkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beberapa waktu lalu.
Antara 1-16 Oktober 2016, Bidang Propam mengungkap 69 kasus pungli dan pemerasan yang dilakukan oknum polisi. Pelaku terkait kasus-kasus pungli itu berjumlah 85 orang.
Kasus terbanyak terjadi di Polda Metro Jaya dan melibatkan 33 oknum anggota polisi.
Di Polda Jawa Barat, empat anggota polisi tertangkap tangan oleh tim khusus ketika menarik pungutan liar di tempat kerjanya, Kamis (13/10) dan Jumat (14/10).
Informasi yang dihimpun Tribun Jabar, dua dari polisi tersebut berdinas di Polres Banjar. Sedangkan sisanya berdinas di Polrestabes Bandung dan Polda Jabar.
"Seluruhnya berdinas dalam pelayanan publik. Mereka tertangkap ketika sedang melakukan kegiatan pungutan liar," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Yusri Yunus, Selasa (18/10).
Di Sumatera Utara, Polda Sumut sudah menangkap tujuh polisi yang melakukan pungli. Sedangkan satu polisi yang diduga juga melakukan pungli, belum diperiksa lebih lanjut.
"Mereka terjaring dalam operasi pemberantasan pungli di sejumlah lokasi berbeda," ujar Kapolda Sumut Irjen Rycko Amelza Dahniel, Senin (17/10).
Rycko mengatakan, ruang pelayanan publik harus bersih dari segala bentuk praktik pungli. Pelayanan publik harus bersih tanpa adanya pungli, sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting menjelaskan, tujuh oknum polisi yang diproses adalah Brigadir JS, Brigadir WJ, Bripka SP, Aiptu BHN, Bripka YAS, Aiptu TEM, dan Brigadir RS.
Sedangkan oknum Polri yang terlibat pungli tapi belum ditahan dan dilakukan pemeriksaan adalah Kepala Pos Lantas (Kaposlantas) Hinai, Pasar 10, Tanjung Beringin, Simpang Padang Tualang, Langkat. (glery lazuardi)