TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tudingan di media sosial yang menyebutkan Muhammad Guntur, kameramen Kompas TV yang bertugas meliput aksi unjuk rasa pada 4 November 2016, sebagai provokator dinilai tidak logis. Apalagi tudingan yang menyebutkan Guntur sebagai pelaku pelemparan botol air mineral ke arah polisi.
Guntur menjelaskan, saat kejadian, dirinya tengah membawa kamera beserta peralatan untuk siaran langsung yang bobotnya mencapai 10 kilogram lebih. Dengan bobot seberat itu, ia menyatakan tidak mungkin dirinya bisa sempat melempar botol air mineral.
"Kalau saya gerak aja gambarnya sudah goyang. Apalagi saya mesti ngelempar sambil saya ngerekam sendiri. Saya juga enggak kebayang gimana caranya saya lempar botol air mineral sambil ngerekam sendiri," kata Guntur saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Minggu (6/11/2016).
Guntur menceritakan, awal mula kejadian yang menimpa dirinya itu. Kejadian berawal pada sekitar pukul 18.45 WIB, ia dan rekan reporternya mendapat tugas untuk laporan siaran langsung.
Menurut Guntur, tugas itu mengharuskannya untuk maju ke depan, di tengah-tengah antara barikade polisi dan demonstran. Lokasi ia berdiri tak jauh dari Gedung Mahkamah Agung, tepatnya di Jalan Veteran.
Saat telah mulai merekam video, Guntur menyebut tiba-tiba ada lemparan air mineral ke arah polisi yang disertai aksi dorong-dorong sebagian massa.
"Massa yang ada di sebelah kiri Jalan Veteran dorong-dorongan dengan polisi. Sementara sebagian minta jangan dorong-dorong," tutur Guntur.
Saat ada aksi dorong-dorong itu, Guntur menyebut ada salah seorang pengunjuk rasa yang berteriak meminta agar ia tak merekam video. Menurut Guntur, teriakan tersebut memancing pengunjuk rasa yang lain mendatanginya.
Dalam beberapa detik, Guntur sudah dikerumuni para pengunjuk rasa. Saat itulah, ia diinterogasi dan ditanya asal media tempatnya bekerja.
Menurut Guntur, massa langsung menunjukan respons tak bersahabat saat dirinya menyebutkan berasal dari Kompas TV. Teriakan-teriakan tuduhan sebagai provokator dan penyusup langsung diarahkan kepadanya.
"Ada dua orang yang berusaha ngamanin saya, bawa saya ke arah kepolisian yang ada di tengah. Tapi sambil jalan ada yang mukul saya. Kepala saya bagian belakang dipukul," ucap Guntur.
Saat sudah sampai ke pinggir jalan, Guntur menyebut salah seorang demonstran langsung meminta agar ia mencabut memori kameranya.
"Ketika saya hidupin mau hapus gambarnya, dia bilang enggak, memorinya dikeluarin. Saya keluarin memori, dia bilang enggak, saya tahu memorinya ada dua. Saya tahu kamera. Terus saya kasih yang satu lagi," kata Guntur.
Menurut Guntur, kedua memori pada kameranya yang sudah dicabut kemudian diberikan ke salah seorang pimpinan aksi. Guntur mengatakam rekan reporternya sempat meminta agar memori tersebut tidak diambil. Namun permintaan itu tak diindahkan.
"Terus orang yang ngambil memori saya itu nanya ke yang lain: "Ini memori mau diapain? Dibakar atau dipatahin'. Sama dia langsung dibawa, saya diserahin ke polisi," kata Guntur.
Guntur melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke Mapolres Metro Jakarta Pusat pada Sabtu (5/11/2016) dinihari. Ia tak mengetahui dari kelompok mana orang-orang yang mengintimidasinya itu.
Ia hanya menyebut orang-orang itu menggunakan baju putih-putih dan saat kejadian terkonsentrasi di Jalan Veteran.
Kedatangan Guntur ke Mapolres Metro Jakarta Pusat pada Minggu sore untuk menjalani laporan untuk berkas acara pemeriksan (BAP).(Alsadad Rudi)