TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lima anggota keluarga sepupu Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang menjadi korban terbakarnya kapal wisata KM Zahro Express sudah dapat didentifikasi.
Dua dipastikan selamat, masing-masing Hafsari dan Rifa.
Kemarin jenazah terakhir sepupu Cak Imin bernama Syifa berhasil didentifikasi dan langsung dimakamkan pihak keluarga di Depok, Jawa Barat.
Sebelumnya dua jenazah yang lebih dulu diidentifikasi dan sudah dimakamkan.
Mantan Mennakertrans Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, merasa terpukul atas kejadian yang menimpa satu keluarga sepupunya yang tinggal di Depok.
Keluarga tersebut terdiri dari lima orang, yakni Mohammad Nurdin (40; suami) Harifah (istri), Nadia Syifa Musdalifah (16), Nazwa Sarla (11) dan si bungsu, Rifa.
Satu keluarga tersebut ikut dalam kapal wisata KM Zahro Express pada Minggu, 1 Januari 2017, untuk berlibur Tahun Baru di Pulau Tidung.
Namun, tiga orang di antaranya hilang setelah terbakarnya kapal nahas tersebut yakni M Nurdin, Nadia dan Najwa.
Baru jenazah M Nurdin dan Najwa Sarla yang berhasil ditemukan dan teridentifikasi di RS Polri pada Selasa, 3 Januari 2017.
Wasekjen DPP PKB Imam Sukri menjelaskan, kepastian jenazah sepupu terakhir Cak Imin sudah dapat diidentifikasi.
"Sore ini langsung dimakamkan," ujar Iman kemarin.
Iman menjelaskan, kelimanya pada saat kejadian memang akan berlibur Tahun Baru di Kepulauan Seribu.
Baca: Abdan Syakura Diangkat Jadi Anak, Adhyaksa Dault Janji Sekolahkan Sampai Sarjana
Tim DVI Polri sempat mengalami kesulitan proses identifikasi jenazah karena minimnya data pembanding atau ante-mortem dari keluarga korban.
"Kesulitannya data-data ante-mortem, data ketika masih hidup masih kurang. Dan psikis keluarga korban juga masih bersedih. Makanya kami minta data-data itu secara persuasif. Kami akan minta (data ante-mortem) sesegera mungkin," kata Brigjen Polisi Didi Agus Mintadi, Kepala Rumah Sakit (Karumkit) Polri Said Sukanto.
Didi menjelaskan, pihaknya telah mempunyai data post-mortem dari hasil pemeriksaan 23 jenazah sejak Senin, 2 Januari 2017, atau sehari setelah kejadian.
Sebagian besar jenazah berhasil teridentifikasi karena mendapat data pembanding primer ante-mortem berupa rekam gigi korban dari keluarganya.
Yang jelas, tim DVI yang melakukan identifikasi bekerja semaksimal mungkin dan seprofesional mungkin tanpa melihat latar belakang jenazah.
Kepala Humas RS Polri AKBP Luh Ike Kristiani mengatakan ada keluarga dari Beji, Depok, Jawa Barat, bernama Ali, yang mencari korban atas nama Nadia Syifa Musdalifa.
Keluarga tersebut juga sudah menyerahkan data primer berupa sampel DNA serta data sekunder ante-mortem berupa ciri fisik dan properti korban ke DVI.
Namun, Ike baru mengetahui jika jenazah yang hendak dicari itu adalah keluarga dari Cak Imin.
Ciri fisik Nadia Syifa Musdalifah yakni, usia 16 tahun, tinggi badan 150 cm, kulit sawo matang, rambut lurus panjang dan mengenakan jeans warna biru.
"Memang ada keluarga yang mencari korban bernama Nadia Syifa Musdalifah. Tapi, saya belum tahu apakah ada korban di antara delapan jenazah yang belum teridentifikasi di dalam," ujarnya.
Ia menambahkan, cara lain jika rekam gigi korban semasa hidup tidak ada dan belum juga teridentifikasi, maka petugas mencocokkan DNA korban dan keluarga.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mohammad Iriawan mengatakan aparat kepolisian akan mencari tahu siapa pihak yang bertanggungjawab atas terbakarnya KM Zahro Express.
Sejauh ini, baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas insiden tersebut.
"Satu nakhoda sudah jadi tersangka. Nanti, kami dalami lagi yang bertanggungjawab peristiwa tersebut," ujar Iriawan.
Untuk menelusuri ada unsur kelalaian, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Muara Angke, Deddy Junaedi dan pemilik kapal.
Apabila terdapat unsur kelalaian sehingga standar operasional (SOP) keamanan dan keselamatan tidak terpenuhi, maka tak menutup kemungkinan KSOP Muara Angke sebagai pihak yang bertanggungjawab atas insiden itu.
"Nanti KSOP diperiksa termasuk nanti pemilik kapal. Sedang didalami. Kalau memang nanti SOP tidak dilakukan yang bersangkutan nanti dipertanggungjawabkan," kata Iriawan.
Melihat daftar manifest penumpang, dia menjelaskan, didaftar itu ada 100 penumpang. Tetapi total penumpang terdaftar di kapal tersebut ada 191 orang.
Sehingga, dia menyimpulkan ada perbedaan jumlah penumpang dengan manifes.
"Kami dalami karena itu tanggung jawab nahkoda kapal. Kenapa manifes 100, tetapi diisi 200. Dia harus tanggung jawab. Nanti, kami cari kenapa KSOP memberangkatkan manifes kapal yang jumlah 100 ternyata isinya hampir 200," tambahnya. (coz/gle/wly)