Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rachmawati Soekarnoputri mengklarifikasi informasi yang menyebutkan dirinya pernah hadir dalam diskusi di Rumah Amanah Rakyat di Jalan Cut Nyak Dien, Menteng, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, menyebut mengenai kehadiran putri Bung Karno itu di Rumah Amanah Rakyat.
Karena itu, penyidik memeriksa pengamat ekonomi, Ichsanudin Noersy karena pernah bertemu Rachmawati di Rumah Amanah Rakyat.
"Ibu Rachma tidak pernah menghadiri diskusi dan atau jadi pembicara dalam diskusi di Rumah Amanah Rakyat seperti yang dikatakan pihak Polda Metro Jaya," ujar Juru bicara Rachmawati, Teguh Santosa, dalam keterangan yang diterima wartawan, Senin (9/1/2017) malam.
Menurut dia, aparat kepolisian bisa menanyakan itu kepada pengelola Rumah Amanah Rakyat, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto.
Atas tudingan tersebut Rachmawati memprotes keras.
Rachmawati sudah memberikan kerangan yang cukup jelas menyangkut semua tuduhan dalam dua kali pemeriksaan.
"Ibu Rachma merasa ada upaya untuk terus memojokkan dirinya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar ini," ujar Teguh lagi.
Teguh menjelaskan, Noersy hadir dalam pertemuan terbuka yang diselenggarakan 20 November 2016 di Aula Ir Soekarno, kampus Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta.
Dalam kesempatan itu, kata dia, banyak aktivis yang hadir dan bicara dalam pertemuan itu.
Media massa pun dengan bebas bisa meliput kegiatan itu.
Rachmawati juga sudah memberikan penjelasan mengenai pertemuan tanggal 20 November 2016.
Tidak ada agenda khusus yang dibahas, kecuali dua hal.
Yakni, bela Islam dengan mengawal kasus penistaan agama yang dilakukan Basukin Tjahaja Purnama (Ahok).
Serta bela negara dengan menyerahkan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli.
Rachma menilai amandemen terhadap konsitusi yang dilakukan sebanyak empat kali dari tahun 1999 hingga 2002 sebagai akar dari berbagai masalah yang dihadapi Indonesia.
Amandemen ini membuat pemerintah tidak memiliki kemampuan melindungi warga negara.
Pikiran agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 yang asli sudah lama dibicarakan Rachmawati.
Termasuk saat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI di era Susilo Bambang Yudhoyono.
"Waktu itu Ibu Rachma sama sekali tidak pernah dituduh makar," katanya.
Tapi, kenapa sekarang aspirasi kembali ke UUD 1945 yang asli dianggap tindakan makar dan upaya menjatuhkan pemerintahan yang syah.
"Ini kan aneh," kata Teguh.